Revisi UU KPK, Pemerintah Tak Peka Pemberantasan Korupsi

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id - Pemerintah dinilai tidak peka dengan nasib pemberantasan korupsi dengan menyetujui Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Proglegnas).

Cabut Revisi UU KPK, Demokrat Dekati PKS dan Gerindra

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Ginting menyebut, kesepakatan untuk membahas RUU KPK menjadi penegas sikap Presiden dan jajarannya yang menyetujui pembahasan RUU KPK.

Miko menyebut, berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945, menyatakan bahwa setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Suatu RUU tidak akan dibahas tanpa persetujuan kedua belah pihak.

Soal Revisi UU KPK, Menteri Yasonna: Publik Salah Paham

"Kesepakatan itu, sekaligus menunjukkan ketidakpekaan Pemerintah dan DPR akan masa depan KPK dan pemberantasan korupsi," kata Miko dalam pesan singkatnya, Minggu 29 November 2015.

Terlepas dari hal itu, Miko menyebut Presiden Joko Widodo masih memegang kunci, apakah revisi UU KPK dapat berlanjut atau tidak, yakni melalui instrumen Surat Presiden (Surpres).

Gerindra Curiga Barter Revisi UU KPK dan Pengampunan Pajak

Menurut dia, Presiden memiliki pilihan untuk menolak atau menyetujui pembahasan RUU KPK dengan penerbitan surat presiden.

Miko mengungkapkan, Pasal 49 dan Pasal 50 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa pembahasan suatu RUU dapat dilakukan ketika Presiden menerbitkan Surpres. Hal tersebut, berarti tanpa adanya Surpres, pembahasan terhadap revisi UU KPK tidak akan dapat dilaksanakan.

Penerbitan Surpres mengonfirmasi persetujuan Presiden untuk membahas suatu RUU, melalui penugasan menteri terkait mewakili Presiden. "Apabila Surpres tidak dikeluarkan oleh Presiden, berarti Presiden mengambil sikap tidak menyetujui RUU dan menolak meneruskannya ke tahap pembahasan," ujar Miko.

Miko menilai, adanya kesepakatan untuk merevisi UU KPK merupakan bagian dari pelemahan KPK dan agenda pemberantasan korupsi yang hingga saat ini belum mereda.

"Janji Presiden Joko Widodo untuk memperkuat KPK dan pemberantasan korupsi sebagaimana dituangkan dalam Nawacita kembali ditagih. Tanpa sikap yang jelas sama saja Presiden menyetujui, atau setidak-tidaknya mendiamkan semua rangkaian pelemahan KPK di era pemerintahannya ini, tegas Miko. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya