Kisah Penderita AIDS Jadi Instruktur Rehabilitasi Narkoba

ODHA
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal (Surabaya)
VIVA.co.id
UNICEF: Satu Anak Terinfeksi HIV Setiap 2 Menit pada 2020
- Mayong namanya. Jakarta tempat lahirnya, Desember 1961 silam.

Alasan Varian COVID Omicron Banyak Diidap Pasien HIV-AIDS

Tubuhnya jangkung, tapi tak tegak. Rambutnya pendek, tapi tak cepak. Bolongan kecil bekas tindikan tampak di dua telinganya. Sorot matanya tak fokus. Giginya banyak yang tanggal. Tato naga menghiasi hampir seluruh kedua lengannya.
3 Obat Penyakit Ganas Diklaim Sembuhkan Pasien Corona COVID-19


"Jangan nama asli, panggil saja saya Mayong," katanya membuka obrolan saat VIVA.co.id menemuinya di kantor Yayasan Orbit, tempat dia direhabilitasi sekaligus mendampingi pecandu narkotika yang ingin pulih, di kompleks perumahan Jalan Rungkut Pandugo, Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu sore, 28 November 2015.

Mayong lahir dan tumbuh di sebuah keluarga besar di Jakarta. Dia anak ke-10 dari 12 bersaudara. Dari semua saudara-saudaranya, Mayong mengaku dialah yang paling berantakan hidupnya.

"Rumah enggak ada, keluarga berantakan, masa depan hancur. Semua karena narkoba," katanya.


Mayong mengaku mulai bergumul dengan barang haram sekitar awal 1990an. Mulanya minuman beralkohol, terpengaruh pergaulan konsumsinya meningkat ke narkoba.


"Semua jenis saya pakai. Sak ketemune (narkoba apa pun ada di mata langsung dipakai). Waktu itu saya lebih suka mariyuana. Tahun 90an mariyuana dan putau yang ngetren," ungkapnya.


Mayong mengaku tahun 1990an adalah masa dirinya jadi pecandu berat. Ia bahkan nimbrung di sebuah komunitas para pecandu. Waktu itu, tiada hari tanpa narkoba. Dari cimeng sampai model suntik putau, dia melakoninya.


"Kalau sudah makai, seks bebas jadi satu paket," ujarnya.


Setelah menikah pada tahun 1994, Mayong tetap jadi pemakai. Waktu itu, bersama istrinya dia pindah tinggal di Surabaya. Dia bekerja jadi satpam di sebuah bank swasta di Jalan Dharmahusada.


"Tahun 2000 saya dipecat gara-gara narkoba. Habis itu cerai, ditinggal istri. Beruntung belum punya anak," kata Mayong mengenang.


Menganggur dan ditinggal istri membuat ketergantungannya pada narkoba kian menjadi-jadi. Tak ada uang untuk membeli, ia lalu memanfaatkan keahliannya melukis.


"Saya jadi pelukis tato. Tapi ya gitu, berapa pun penghasilan tato, ya habis buat ngedrug," ujar Mayong.


Tahun 2005, Mayong tiba-tiba mengalami stroke. Ia tak bisa lagi jadi pelukis tato. Diantar kakaknya yang tinggal di Jombang, ia kemudian memeriksakan diri ke dokter di Surabaya.


"Waktu itu kakak dan saya diberi pemahaman oleh dokter, dikasih tahu ada virus mematikan masuk ke dalam tubuh. Ya, HIV/AIDS (human immunodeficiency virus infection and acquired immune deficiency syndrome) itu," katanya.


Mayong mengira, virus mematikan itu masuk ke tubuhnya melalui jarum suntik saat mengonsumsi putau dulu atau melalui seks bebas. "Dulu biasa sharing jarum suntik pas makai. Kalau lagi pengin gak kepikiran beli sendiri. Adanya satu jarum, ya dipakai gantian," ucapnya.


Kepalang tanggung, awalnya Mayong gusar terdiagnosa HIV/AIDS. Lalu ia sadar dan berusaha tegar.


"Saya sadar ini mungkin teguran dari Tuhan. Saya menyesal. Saya kemudian ikut program pemulihan di sebuah tempat rehabilitasi di Surabaya. Keluarga besar saya kasih tahu. Kakak yang antarkan saya ke tempat rehab," ujarnya.


Sejak itu, setiap hari Mayong mengkonsumsi dua butir obat antiretroviral, disingkat ARV. Didukung pola hidup sehat, obat yang disubsidi pemerintah ini bisa membuatnya tetap pulih sampai sekarang, meski tak sepenuhnya sembuh.


"ARV bukan menyembuhkan, tapi menekan virus agar tidak cepat menyebar ke organ inti," katanya.


Sejak tinggal di Yayasan Orbit pada tahun 2009, Mayong merasa menemukan kehidupan baru. Bersama aktivis pemerhati pecandu, dia bahkan kini didapuk menjadi host manager di yayasan tersebut. Tugasnya menjadi instruktur bagi para pecandu yang mengikuti program pemulihan.


"Di sini ada sembilan klien. Hanya saya yang ODHA (orang dengan HIV/AIDS)," ucapnya.


Dia bersyukur masih diberi kesempatan oleh Tuhan lepas dari candu berat dan memberi manfaat untuk membantu pecandu lain untuk pulih.


"Apalagi sekarang yang saya punya. Rumah tidak ada, keluarga berantakan. Hanya ini yang bisa saya perbuat memberi manfaat pada orang lain. Saya bersyukur diberi kesempatan oleh Tuhan, dari pada teman saya banyak mati karena narkoba," kata Mayong.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya