Budaya Jijik untuk Cegah Korupsi

Ilustrasi-Kampanye pemberantasan korupsi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Deputi Inovasi Administrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara (LAN), Tri Widodo W Utomo, mengatakan bahwa dorongan untuk menerapkan budaya malu melakukan korupsi dinilai tak lagi efektif.

Menjadi Koruptor, Profesi Idaman?

Menurut Tri, budaya malu kini bahkan sudah tak dihiraukan lagi, sehingga korupsi susah untuk diberantas di negeri ini.

"Budaya malu tak cukup, mereka (koruptor) berbuat korupsi pun tak punya malu. Makanya kami sarankan budaya malu diperkuat dengan adanya budaya jijik," kata Tri di kantor LAN, Jalan Veteran Jakarta Pusat, Rabu, 16 Desember 2015.

Pejabat Ini Jadi Ikon Game Antikorupsi

Tri menganalogikan masyarakat begitu hebatnya memegang teguh untuk tidak makan babi. Apakah karena ada efek jijik untuk memakan makanan tersebut atau lainnya.

Maka menurut Tri, sikap tersebut seharusnya juga bisa diterapkan dalam hal untuk tidak melakukan korupsi.

KPK-MA akan Diskusi Surat Edaran Korupsi Sektor Swasta

"Makanya karena korupsi tak ada efek jijik, sedangkan sifat malunya sudah hilang, terjadilah korupsi itu. Bagaimana mengambil uang yang bukan hak kita itu menjijikkan, budaya itu yang harus kita tumbuhkan," ujar Tri.

Tri juga mencermati relasi korupsi dengan sistem politik dan sistem sosial budaya di Indonesia.

Tri mengatakan jika ada pejabat publik yang melakukan tindak pidana korupsi, maka itu adalah cerminan sosial masyarakat yang ada. Alasannya kata Tri pejabat publik itu adalah bagian dari rakyat dan dipilih oleh rakyat.

"Benar bahwa sistem politik adalah cerminan sistem sosial budaya kita. Kalau pemimpin masih korup berarti itu cerminan masyarakat. Apakah kita akan mengatakan bahwa itu salah mereka? Mereka kita pilih, dan mereka adalah bagian dari kita," tutur Tri. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya