Warga Tengger Percaya Erupsi Bromo karena Istana Dirusak

Sumber :
  • VIVA.co.id/D.A. Pitaloka

VIVA.co.id – Pagi itu Gunung Bromo terus mengeluarkan asap serupa cendawan yang membumbung hingga ketinggia 1.200 meter di atas kawah. Asapnya berwarna kelabu kecoklatan. Suara gemuruh juga terdengar jelas dari radius tiga kilometer dari kawah.

Bromo Erupsi, Bandara Abdulrachman Saleh Ditutup

Di sekitar lautan pasir, hujan abu terasa turun dengan intensitas ringan hingga berat. Warga tengger memilih berdoa dan menerima berkah sekaligus bencana itu. Mereka rela menerima murka sang Bromo karena yakin ada berkah di baliknya.

Meski bencana itu datang bukan karena salah penduduk setempat, warga menduga erupsi adalah bentuk kemarahan penunggu Bromo setelah istana mereka dirusak proyek pembangunan jalan, tepat di lautan pasir di kaki Gunung Bromo.

Gunung Bromo Semburkan Abu Setinggi Satu Kilometer

“Orang-orang pintar bisa melihat itu, di bawah tangga menuju ke kawah Bromo adalah tempat istana penunggu Bromo,” kata Mujiono, Kepala Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Kamis, 17 Desember 2015.

Istana penduduk tak kasat mata itu sudah berada di sana lebih dahulu sebelum warga tengger bermukim dan Bromo menjadi tujuan wisata.

Status Turun, Kaldera Bromo Dibuka untuk Wisatawan

Keberadaan mereka kemudian terusik sekira beberapa bulan terakhir saat proyek pembangunan jalan setapak baru di sekitar tangga dimulai. “Dulu jalan setapaknya hanya satu, dipakai pejalan kaki dan ojek kuda,” kata Mujiono.

Pembangunan jalan

Jalan setepak yang telah ada sangat lama itu selalu dibersihkan dan dirawat oleh warga setempat, terutama ojek penunggang kuda. Dengan berbagai tinjauan dan semakin banyaknya pengunjung Bromo, pengelola setempat kemudian membangun jalan setapak baru yang dikhususkan bagi pejalan kaki.

Namun pembangunan jalan itu berlangsung tanpa melibatkan sesepuh dan tokoh tengger. Proyek dimulai tanpa ada ritual meminta izin dari penunggu Bromo. Dipercaya, istana gaib pun rusak akibat proyek itu.

“Istilahnya pembangunan tidak pamit atau izin dulu (pada penghuni gaib), tidak melibatkan orang pintar. Mereka tahu istananya rusak karena proyek itu. Jalannya dibangun oleh otoritas di Probolinggo,” katanya.

Tak berselang lama, kabar tak menyenangkan lain tentang warga tengger juga muncul. Pedagang PKL di lautan pasir sempat diusir petugas ketika berjualan di sekitar tangga. Mereka diminta berpindah untuk berjualan di sekitar lokasi parkiran mobil jeep di lautan pasir.

“Sekarang orangnya tak mau berjualan di lautan pasir, dia jualan di penanjakan II, ada tenda kecil di sana,” kata Suyon, warga Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.

Maka yang terjadi berikutnya adalah murka penghuni Bromo dalam bentuk erupsi. Sejumlah ritual dikabarkan telah dilakukan seusai pembangun jalan di kaki Bromo. Mereka mengadakan upacara adat sedikitnya di tiga lokasi di lautan pasir kaki Bromo, yaitu di sekitar toilet atau ponten dan di kaki tangga Bromo. Tempat itu dipercaya sebagai lokasi berkumpulnya penduduk gaib Bromo.

Menyuburkan lahan

Warga tengger juga tak henti berdoa walau mereka rela menerima murka itu. Tak jarang warga naik ke bibir kawah untuk meletakkan sesaji atau berdoa di pura lautan pasir atau hanya meletakkan sesaji di kaki tangga. Paris dan Suyon, dua warga Ngadisari, terakhir meletakkan sesaji pada Sabtu, 12 Desember 2015.

“Jam 17.00 saya naik ke Bromo. Mau bagaimana, bisikannya seperti itu. Syukur selalu aman ketika menaruh sesajen. Warga lain juga sering berdoa ke sana. Masa mau berdoa dilarang,” kata Paris, mertua Suyon.

Meski jawaban doa tak bisa langsung dinikmati, warga percaya Bromo akan tetap memberikan berkah dan perlindungan pada warga tengger. “Sekarang erupsi, wisatawan berkurang semua kena dampaknya. Tapi kami percaya Bromo akan melindungi kami. Abunya menyuburkan lahan kami,” katanya.

Pengamat Gunung Api di Pos Pantau Bromo, Wahyu Andrian Kusuma, menyebut erupsi Bromo tak bisa diprediksi kapan berlangsung dan kapan akan selesai. Siklus lima tahunan tak bisa jadi patokan baku untuk memprediksi erupsi Bromo kali ini. Menurutnya, gunung itu sering menunjukkan erupsi yang tak berpola. “Kadang hanya dua hari, dua minggu, hingga enam bulan,” kata Wahyu.

Pengamat juga tak bisa mencari tahu penyebab erupsi Bromo. Mereka hanya mencatat aktivitas Bromo dan memprediksi kapan erupsi eksplosif akan terjadi sambil berkoordinasi dengan BPBD setempat untuk memetakan dampak yang akan dirasakan penduduk. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya