Petugas Pos Pantau Tak Tahan Dingin Gunung Bromo

Aktivitas petugas di Pos Pantau Gunung Bromo
Sumber :
  • VIVA.co.id/D.A. Pitaloka
VIVA.co.id – Pos Pantau Gunung Api (PGA) Bromo di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, semakin ramai sejak Bromo naik status menjadi siaga pada 4 Desember 2015.
Bromo Erupsi, Bandara Abdulrachman Saleh Ditutup

Sejak semula empat petugas, kini PGA Bromo mendapat tambahan tujuh petugas pengamat gunung berapi selama Bromo naik status menjadi siaga. Mereka bergantian berjaga mengawasi aktivitas Bromo dan tak lupa mengganti kertas seismogram yang nyaris habis setiap 1,5 jam.
Gunung Bromo Semburkan Abu Setinggi Satu Kilometer
 
“Saya baru diperbantukan di sini seminggu terakhir. Saya dari PGA Sinabung (di Sumatera Utara),” kata Deri Alhidayat, Kamis 17 Desember 2015.
Status Turun, Kaldera Bromo Dibuka untuk Wisatawan

Pemuda yang lama mengamati Gunung Sinabung itu mengaku masih kesulitan beradaptasi dengan dinginnya suhu di PGA Bromo. Ketika bergantain berjaga dengan pengamat yang lain, Deri yang sering mengamati suhu asap erupsi Bromo menggunakan kamera infrared, selalu tak bisa lepas dengan jaket dan topi penghangat kepala. “Saya batuk juga di sini, mungkin belum beradaptasi dengan suhunya yang dingin,” katanya.

Deri adalah satu dari tujuh petugas pengamat Gunung Bromo yang diperbantukan selama Bromo berstatus siaga. Sebelumnya PGA yang berada tak jauh dari pintu masuk Cemoro Lawang itu hanya diawaki empat pengamat.

“Kami butuh bantuan tenaga karena harus berjaga mengamati gejala aktivitas gunung, terutama seismograf (alat pengukur gempa). Jika Bromo erupsi, kertas seismogram harus diganti rata-rata 1,5 jam sekali agar semua tremor bisa tercatat dengan baik,” kata Wahyu Adrian Kusuma, pengamat lain Gunung Bromo.

Nyawa pengamat

Seismograf menjadi peralatan yang sangat penting bagi pengamat gunung berapi. Jika pada status normal, kertas seismograf atau seismogram bisa habis setiap 12 jam. Kini petugas harus mengganti kertas yang digunakan mencatat tremor dalam bentuk grafik itu rata-rata setiap 1,5 jam.

“Seismograf ini ibaratnya nyawanya pengamat, harus segera diganti jika habis. Sampai sekarang tremor di Bromo belum pernah menghasilkan grafik over scale,” katanya.

Teknisnya, setiap petugas mendapat giliran jaga enam jam sekali dilanjutkan pengamatan wajib di lapangan pada pagi dan petang. Di dalam ruangan PGA Bromo, petugas harus mengawasi tremor lewat seismogram, mengawasi deformasi atau penambahan penggembungan gunung setiap waktu lewat data tilt meter di monitor.

“Tilt meter alat untuk mengukur deformasi, ukuran penggembungan gunung sangat kecil sehingga dibutuhkan alat yang sangat presisi. Tilt meter dikirim real time secara wireless (nirkabel) dalam bentuk data kemiringan radian sumbu X dan Y, untuk menunjukkan adanya tekanan,” katanya.

Tekanan magma di dalam kawah berpotensi mengembungkan bentuk tubuh gunung walau dalam ukuran yang sangat kecil.

Bromo pernah eksplosif

Selain mencatat, mengamati, menganalisa dan melaporkan aktivitas gunung setiap enam jam, petugas wajib melakukan pengamatan langsung. Saat pagi dimulai pukul 05.00 WIB, petugas akan berada di bukit belakang kantor pos PGA Bromo. Mengamati asap, ketinggiannya, arah angin, suhu asap di kawah menggunakan kamera infra merah, mencengarkan dan mencatat suara gemuruh dari kawah, serta mengukur deformasi menggunakan electronic distance measurement (EDM).

Pengamatan itu dilakukan untuk membuat laporan terakhir aktivitas Bromo sejak pukul 00.00 WIB hingga 06.00 WIB. Laporan berikutnya akan dibuat sebagai rangkuman aktivitas dari pukul 06:00 hingga pukul 12.00 WIB, begitu seterusnya.

Catatan aktivitas setiap enam jam kemudian segera dikirim ke berbagai instansi lain yang juga terdampak erupsi Bromo, kantor pusat PVMBG, BNPB dan BPBD, TNBTS, Kepolisian, militer, termasuk jurnalis.
 
Petugas pengamat pun datang dan pergi sesuai jadwal penugasan mereka. Masing-masing yang sering ditugaskan menjaga gunung berapi lain di Indonesia, sering berbagi kisah dan karakter gunung api di Indonesia. Mengamati Gunung Bromo menambah wawasan mereka mengenal karakter gunung api di Indonesia.

“Kalau dari sejarahnya, erupsi Bromo juga ada yang eksplosif, mengeluarkan material batu pijar. Bedanya material akan keluar seperti kembang api dan jatuh di sekitar kawah dan radius tiga kilometer dari kawah karena kawah yang cukup luas diameternya. Sekarang erupsi eksplosif belum terjadi dan kami masih mengawasi,” ujar dia. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya