RJ Lino Tersangka, 'Kado' Terakhir dari Plt Pimpinan KPK

Unjuk Rasa SP JICT Menuntut RJ Lino Dipecat
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
- Direktur Utama PT Pelabuhan lndonesia (Pelindo) ll, Richard Joost Lino telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat 18 Desember 2015.

Penetapan Lino sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) tahun anggaran Tahun 2010 itu, hanya selang beberapa hari setelah Pimpinan KPK jilid lll mengakhiri masa jabatan pada 16 Desember 2015.

Saat ini masih ada tiga orang Pelaksana Tugas (Plt) yang memimpin KPK yang bertugas hingga Pimpinan KPK terpilih dilantik Presiden Joko Widodo.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha menyebut Surat Perintah Penyidikan ditandatangani oleh Pimpinan KPK sebelum masa jabatannya berakhir.
Cek Fakta: Anies Resmi Ditahan KPK

"Sprindik ditandatangani per tanggal 15 Desember 2015," kata Priharsa, di Gedung KPK Jakarta.
Pelapor Kasus Korupsi Jadi Tersangka, KPK Turun Tangan

Priharsa menceritakan, perkara ini berawal dari adanya laporan dari masyarakat kepada KPK. Laporan tersebut kemudian didalami hingga akhirnya masuk ke tahap penyelidikan.
Respons Tjahjo Kumolo soal Mars dan Himne KPK Ciptaan Istri Firli

Baca juga:

Kemudian menurutnya, pada akhirnya kasus ini dinaikan statusnya ke tahap penyidikan, setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dalam beberapa kali gelar perkara.

"Akhirnya diputuskan ditemukan bukti permulaan cukup sehingga ditingkatkan ke penyidikan," ujar Priharsa.

Sebelumnya, KPK menduga ada penyimpangan terkait pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo ll Tahun Anggaran 2010. Lembaga anti rasuah itu menduga ada penunjukkan langsung yang dilakukan oleh Dirut Pelindo II RJ Lino.

Lino diduga telah menunjuk langsung perusahaan dari China, Wuxi Huadong Heavy Machinery Co. Ltd untuk pengadaan QCC tersebut.

KPK kemudian menemukan dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan RJ Lino sebagai tersangka. Lino disangka telah melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya