Trik Gatot dan Evy Atur Hakim PTUN Dibongkar

Gatot Diperiksa Penyidik Kejagung
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, didakwa telah memberikan suap kepada Hakim serta Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

Pasangan suami istri itu didakwa telah memberikan uang kepada Ketua PTUN Medan, Tripeni lrianto Putro, sebesar 5.000 dolar Singapura dan US$15.000, kepada Hakim Dermawan Ginting dan Hakim Amir Fauzi masing-masing sebesar US$5.000, serta pada Panitera PTUN Medan sebesar US$2.000.

Uang diberikan dengan tujuan untuk mempengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) serta Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Perkara pengujian kewenangan itu ditangani Tripeni selaku ketua dengan Hakim Amir Fauzi dan Dermawan Ginting sebagai anggota, serta Syamsir Yusfan selaku panitera.

"Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," kata lrine Putrie, saat membacakan surat dakwaan Gatot dan Evy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 23 Desember 2015.

Jaksa memaparkan, awal mula terjadi tindak perkara itu ketika ada surat panggilan permintaan keterangan dari Kejati Sumatera Utara dan Kejaksaan Agung kepada Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Sumut APBD 2012, Ahmad Fuad Lubis serta kepada Pelaksana harian Sekda Pemprov Sumut, Sabrina pada bulan Maret 2015. Pada surat panggilan itu, nama Gatot Pujo Nugroho telah dicantumkan sebagai tersangka.

Merasa akan terjerat, Gatot mendatangi Otto Cornelis Kaligis selaku pengacaranya untuk membahas mengenai upaya agar panggilan itu tidak mengarah kepadanya pada akhir Maret 2015.

Gatot Mengaku Dimintai Uang oleh Kakak Surya Paloh

Gatot dan Evy ....


Gatot dan Evy

Nama Surya Paloh Disinggung di Sidang Gatot Pujo

Pada pertengahan bulan April 2015, Gatot dan Evy kembali melakukan pertemuan di Kantor Kaligis. Pada pertemuan itu Kaligis mengusulkan permohonan pengujian kewenangan Kejati Sumut ke PTUN Medan. "Dengan maksud agar panggilan-panggilan itu tidak mengarah kepada terdakwa l (Gatot Pujo Nugroho)," kata Jaksa.

Pada sekitar April 2015, Fuad Lubis, atas permintaan Gatot, menandatangani surat kuasa kepada Tim Penasihat Hukum Otto Cornelis Kaligis and Associates mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Akhir April 2015, Gary bersama dengan Yurinda Tri Achyuni alias lndah menemui Panitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan, untuk dipertemukan dengan Ketua PTUN Medan, Tripeni lrianto Putro.

Mereka kemudian bertemu dengan Tripeni untuk konsultasi masalah gugatan mengenai pengujian kewenangan agar bisa dimasukkan ke PTUN. Tripeni lantas mempersilakan gugatan dimasukan untuk diperiksa.

Usai pertemuan, Kaligis yang tetap berada dalam ruangan, memberikan amplop berisi uang 5.000 dolar Singapura kepada Tripeni. Setelah itu Kaligis juga memberikan uang US$1.000 kepada Syamsir. Selang beberapa hari kemudian Syamsir menghubungi Gary untuk menyampaikan pesan dari Tripeni bahwa gugatan bisa didaftarkan.

Menurut Jaksa, untuk kelancaran pengurusan pengajuan gugatan ke PTUN Medan, Gatot dan Evy melalui Mustafa telah beberapa kali mengirimkan uang kepada Kaligis, yakni sebesar US$25 ribu, 55 ribu dolar Singapura, serta Rp100 juta.

Pada 5 Mei 2015, Kaligis kembali ke Kantor PTUN Medan menemui Tripeni untuk berkonsultasi permohonnya. Kaligis sempat memberi Tripeni buku yang di dalamnya ada amplop berisi uang US$10 ribu. Pemberian itu dengan maksud agar Tripeni bersedia menjadi hakim yang mengadili perkara tersebut. Usai pemberian, Kaligis menemui Gary lalu mengatakan bahwa uang sudah diberikan kepada Tripeni dan menyuruh Gary mengurus pendaftaran.

Eksekusi suap ...

Hakim PTUN Medan Minta Putusan Ringan karena Kembalikan Uang


Eksekusi suap

Usai mendaftarkan gugatan, Gary menemui Tripeni di ruangannya yang kemudian mengenalkannya kepada Hakim Dermawan Ginting dan Amir Fauzi yang akan menjadi Majelis Hakimnya. Tripeni sendiri menjadi Ketua Majelis Hakim, sementara yang menjadi Panitera adalah Syamsir Yusfan.

Pada 18 Mei 2015 sebelum sidang perdana, Kaligis bersama lndah dan Gary menemui Tripeni di ruangannya. Kaligis kembali meyakinkan Tripeni agar berani memutus perkara itu sesuai dengan gugatan.

Pada 30 Juni 2015, Kaligis meminta uang US$30 ribu kepada Evy guna keperluan sidang gugatan di PTUN Medan dan kemudian Evy menyerahkan uang US$15 ribu. Setelah penyerahan, Kaligis kembali menyampaikan kepada Evy mengenai kebutuhan uang US$30 ribu. Permintaan uang itu dilaporkan Evy kepada Gatot dan kemudian disetujuinya. Besoknya Evy menyerahkan uang US$15 ribu dan Rp50 juta.

Atas penerimaan uang itu, Kaligis lantas menyuruh Yenny Octorina Misnan alias Yeyen agar uang dimasukan dalam 5 amplop dengan rincian 3 amplop masing-masing berisi US$5.000 dan dua amplop masing-masing berisi US$1.000. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada Kaligis yang pada malam harinya bersama dengan lndah dan Gary berangkat ke Medan.

Pada 2 Juli 2015, Kaligis kembali bertemu Tripeni di ruang kerjanya dengan diantar Syamsir untuk meyakinkan bahwa gugatan itu masuk dalam wewenang PTUN.

Usai pertemuan, Kaligis sempat memberikan amplop putih kepada Tripeni namun ditolaknya. Kaligis lantas menyuruh Gary menunggu di pengadilan untuk menemui Dermawan untuk menyampaikan arahan Kaligis yang menghendaki agar putusan sesuai petitum, yakni surat perintah penyelidikan Kepala Kejati Sumut dan surat panggilan permintaan keterangan Kejati Sumut tidak sah, dan untuk meminta keterangan harus ada pemeriksaan internal dulu.

Hasil pertemuan itu kemudian disampaikan Dermawan kepada Amir bahwa Kaligis melalui Gary menyampaikan minta dibantu. Keduanya sepakat untuk memenuhi permintaan tersebut. Dermawan lalu mengatakan pada Gary bahwa mereka setuju atas permintaan Kaligis itu dan meminta Kaligis menemui mereka pada 5 Juli 2015 di kantor PTUN Medan.

Permintaan untuk bertemu itu kemudian disampaikan Gary kepada Kaligis, yang kemudian disanggupi Kaligis. Usai bertemu Gary, Dermawan bersama dengan Amir menemui Tripeni untuk melakukan musyawarah majelis hakim. Pada musyawarah itu akhirnya disepakati bahwa permohonan dapat dikabulkan sebagian.

Pada 5 Juli 2015, Kaligis yang akan berangkat ke Medan sempat menyuruh Gary agar mengingatkan lndah membawa buku. Sesampainya di Kantor PTUN Medan, Kaligis menyuruh Gary menyerahkan dua buku yang di dalamnya diselipkan masing-masing amplop berisi masing-masing US$5.000 kepada Dermawan dan Amir. Pemberian uang itu dilaporkan Gary kepada Kaligis.

Setelah pemberian, Kaligis kemudian memberi lagi dua amplop kepada Gary dan memerintahkan agar amplop yang tipis diberikan kepada Syamsir. Sementara satu amplop lainnya untuk disimpan terlebih dulu.

Pada hari yang sama, Evy sempat menghubungi Gary menanyakan penyerahan uang kepada hakim. Besoknya, Kaligis juga sempat menghubungi Gary membahas kemungkinan putusan serta kembali memastikan uang telah diserahkan. Kaligis juga menyuruh Gary memberikan dolar kepada Syamsir.

Pada 7 Juli 2015, majelis hakim membacakan putusan dengan amar, yakni mengabulkan sebagian gugatan. Majelis menyatakan bahwa permintaan keterangan terhadap mantan Bendahara Umum Daerah Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis, terdapat unsur penyalahgunaan wewenang sehingga dinyatakan tidak sah.

Usai sidang, Gary menemui Syamsir kemudian menyerahkan amplop berisi uang US$1.000. Usai penyerahan, Kaligis menghubungi Gary menanyakan hasil putusan sidang sambil mengatakan dia akan menyerahkan uang kepada Tripeni pada minggu depan.

Pada 8 Juli 2015, Syamsir menghubungi Gary dan mengatakan bahwa Tripeni akan mudik. Pada 9 Juli 2015, Gary menemui Tripeni di Kantor PTUN dengan diantar Syamsir. Ketika itu, Tripeni menerima uang USD5,000 dalam amplop putih.

Usai penyerahan uang, Gary langsung ditangkap oleh Petugas KPK.

Menurut Jaksa, perbuatan Gatot dan Evy itu merupakan tindak pidana korupsi, yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya