Mengusir Minoritas yang Dianggap 'Sesat'

Sumber :
  • ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang

VIVA.co.id – Senja menjelang di keheningan Selasa 19 Januari 2016. Namun semua itu pecah dan berkecamuk ketika sekelompok orang dengan membabibuta membakar dan menarik setiap orang yang ada di puluhan rumah kayu di Desa Moton Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat.

Semua berhamburan, wanita dan anak-anak menjerit ketakutan. Api dengan cepat membakar dan melahap seluruh yang ada di permukiman warga pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) petang itu.

Bupati Mempawah Ria Norsan yang sore itu berencana berdialog soal relokasi warga eks Gafatar tak bisa berbuat banyak. Begitu juga TNI dan kepolisian. Amuk massa sudah tak bisa dibendung.

 Ipda M Yusmin Ohorella Dituntut 6 Tahun Penjara

"Tinggal baju saja yang ada di badan lagi. Semuanya sudah habis dibakar orang," kata salah seorang pengikut eks Gafatar asal Surabaya Jawa Timur Ekwan Sumarsono.

Amuk massa ini merupakan buntut dari berbagai kabar tentang 'menyimpangnya' organisasi Gafatar yang dianggap jauh dari nilai keislaman. Belum lagi ditambah dengan munculnya laporan sejumlah orang hilang yang dikaitkan dengan Gafatar.

Karena itu kekesalan pun mengakumulasi. Eks pengikut Gafatar yang mengasingkan diri di Kalimantan pun diburu dan diusir paksa dari tanah yang konon dibeli dengan uang pribadi mereka.

Ahmadiyah pun digeruduk

Ritual Cari Berkah Nyi Roro Kidul, Ramai Tagar Bebaskan Briptu Fikri

Tak jauh berselang dari heboh Gafatar. Di Kepulauan Bangka Belitung, aksi amuk massa dengan motif serupa menimpa warga Ahmadiyah di wilayah itu.

Tak kurang dari 300 warga dilaporkan mendatangi rumah salah seorang ulama di Sungailiat Kabupaten Bangka. Mereka mendesak agar Jemaah Ahmadiyah Indonesia untuk diusir.

Meski aksi ini sempat diredam, namun pengusiran pun sesungguhnya tetap terjadi. Lewat mediasi yang difasilitasi penjabat setempat akhirnya jemaah Ahmadiyah diberi tenggat waktu hingga 5 Februari 2016 agar angkat kaki dan pindah dari Bangka Belitung.

Sesungguhnya, awal pengusiran yang dilakukan oleh warga ini atas tindak lanjut dari surat edaran yang diterbitkan Pemprov Bangka Belitung. Isinya menyatakan bahwa Jemaah Ahmadiyah harus keluar dari lingkungan Srimenanti Sungai Liat atau bertobat. 

Habib Rizieq Kirim Bingkisan ke Edy Mulyadi, Apa Isinya?


Ada apa dengan toleransi?

Kekerasan beraroma intoleransi dan agama di Indonesia, dalam waktu belakangan ini memang meningkat. Publik masih mengingat betul sejumlah rangkaiannya seperti kasus pengusiran warga muslim minoritas di Tolikara Papua saat salat Idul Fitri.

Lalu pembakaran gereja di Aceh Singkil oleh sekelompok orang yang memprotes bermunculannya gereja di tanah mereka, dan masih banyak lagi lainnya yang mungkin belum terungkap.

Praktik intoleransi memang masih abu-abu. Beberapa menentang dan sebagiannya lagi mendukung pandangan itu. Dalihnya tetap mayoritas. Sesuatu yang berbeda dari kebanyakan maka akan dianggap janggal atau mungkin bisa divonis sesat.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada pertengahan Agustus 2015, mengakui ada banyak peraturan daerah yang menjadi sumber diskriminatif yang bisa berbuah intoleransi di Indonesia.

Ia pun berjanji akan berupaya menyelesaikan hal itu dan menegaskan kembali bahwa Indonesia merupakan negara Pancasila bukan berdasar agama tertentu.

Namun apakah kini itu sudah terwujud? Tentu butuh proses. Yang jelas negara meski ada bolong di sana-sini sudah memiliki perspektif bahwa paradigma toleransi menjadi bagian penting dari perilaku orang Indonesia.

Tinggal lagi komitmen serius Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan hal ini. Apalagi konsep nawacita yang selama ini sudah dipaparkan ikut menyampaikan pesan pluralisme dan toleransi.

"Saya kira dengan nawacita bukan hanya membangun slogan. Kesuksesan demokrasi harus sejalan dengan penyelesaian fenomena intoleransi di masayarakat," kata pengamat politik Ali Munhanif akhirb tahun lalu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya