Walhi: Tambang Pasir Lombok Timur Ancam Kehidupan 16 Ribu KK

Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

VIVA.co.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menuntut Pemerintah Daerah Lombok Timur dan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk segera menghentikan rencana tambang pasir laut di daerah Selat Alas, Lombok Timur, NTB. 

Kementerian ESDM Perpanjang Izin Ekspor Freeport?
Penambangan pasir ini rencananya akan dilakukan untuk memberikan material pasir yang dibutuhkan pada proyek reklamasi Tanjung Benoa, Bali.
 
Bekas Galian Tambang Jadi 'Penjemput Nyawa' Anak-anak
"Proyek reklamasi Tanjung Benoa kan butuh banyak material pasir, dan daerah penopang itu paling dekat di Selat Alas, Lombok Timur," Jelas Manajer Kampanye Walhi Nasional, Kurniawan Sabar, saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu, 27 Januari 2016.
 
Tambang Ilegal di Tanah Keraton, Sultan Marah
Rencana penambangan pasir di Selat Alas ini, menurut Walhi, akan mengancam kelangsungan hidup sekitar 16.437 kepala keluarga yang manggantungkan hidup dengan menangkap ikan di laut.
 
Sabar menyatakan, kejadian di Lombok Timur ini memperkuat argumen bahwa investasi di berbagai sektor, khususnya tambang dan pengembangan bisnis properti, semakin mengabaikan hak-hak masyarakat dan keberlanjutan lingkungan. 
 
"Tidak saja membuka ruang monopoli sumber daya alam di pesisir dan laut, model investasi dan pengelolaan yang dilakukan pemerintah saat ini juga akan memunculkan konflik agraria dan kekerasan yang lebih luas di Indonesia, tidak hanya di Bali dan NTB,” jelasnya lagi.
 
Tak hanya itu, Walhi juga menyayangkan sikap Pemerintah Daerah Lombok Timur yang terkesan menutup diri terkait rencana penambangan ini. Padahal, pertambangan ini sedang diurus izinnya dan tinggal menunggu persetujuan dari Pemerintah Daerah.
 
"Sedang diurus izinnya, dan Bupati kasih sinyal menyetujui," tambah Kurniawan.
 
Untuk itu, Walhi mendukung sepenuhnya perjuangan masyarakat Lombok Timur dan berbagai daerah di Indonesia untuk mempertahankan hak dan memastikan keberlanjutan lingkungan hidup.
 
Kurniawan menjelaskan, masyarakat sendiri sejak awal sudah menyatakan keberatannya, dan beberapa kali melakukan unjuk rasa secara damai. 
 
Namun, pada unjuk rasa yang digelar siang tadi, 27 Januari 2016, di kantor DPRD Lombok Timur dan kantor Bupati Lombok Timur, Walhi menilai aparat kepolisian sudah bertindak represif. Demi membubarkan massa, mereka menembakan gas air mata dan melempar batu.
 
"Akibatnya, 5 orang bayi yang ikut bersama ibunya menderita sakit, 3 orang luka karena lemparan batu dan harus dirawat di rumah sakit, serta 4 orang lainnya pingsan akibat gas air mata," jelas Divisi Kampanye Walhi NTB, Jhony Suryadi.
 
Walhi pun meminta Kapolres Lombok Timur dan Kapolda NTB untuk mengusut tindakan represif yang dilakukan aparatnya, saat masyarakat dari berbagai elemen menyatakan penolakan atas rencana tambang pasir laut oleh PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) untuk reklamasi Teluk Benoa, Bali. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya