Perusahaan Farmasi Dilarang Jadi Sponsor Dokter

Ilustrasi
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id - Perusahaan farmasi saat ini tidak lagi diperbolehkan menjadi sponsor bagi dokter dalam hal sokongan dana untuk seminar maupun studi singkat. Pasalnya, hal tersebut menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa digolongkan sebagai gratifikasi.

"Perusahaan Farmasi, GP Farmasi dan IPMG asosiasi besar sepakat tidak memberikan sponsorship kepada individu dokter," kata Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan di kantornya, Jakarta, Selasa, 2 Februari 2016.

Dibuka, Lowongan Dokter Gaji Rp3,5 M

Hal tersebut disepakati dalam nota kesepahaman antara Kementerian Kesehatan, Perusahaan Farmasi serta Organisasi Farmasi yang difasilitasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Biasanya perusahaan yang menjadi sponsor akan memberikan biaya bagi para dokter untuk mengikuti seminar ilmiah. Yang ditanggung mulai dari biaya seminar, akomodasi, transportasi dan lainnya. Seminar ilmiah maupun profesi kerap diikuti paramedis sebagai kredit dalam karier mereka.

Hal ini kemudian rentan menyebabkan adanya konflik kepentingan antara dokter dan perusahaan yang menyantuninya tersebut.  "Kami khawatir conflict of interest karena sulit dibedakan pemberian dengan pamrih dan tanpa pamrih," kata Pahala.

Dia menambahkan, tradisi sponsor ini telah terjadi sejak lama. Namun saat ini sponsor hanya bisa diberikan melalui rumah sakit jika dokter tersebut sebagai PNS dan melalui organisasi profesi bagi yang berstatus non PNS. Hal tersebut diharapkan bisa memutus rantai pamrih antara dokter dan perusahaan obat-obatan.

"Mekanisme akan diatur oleh Kementerian Kesehatan. Begitu ada mekanisme, langsung berlaku sehingga harapannya tidak ada lagi gratifikasi. Dan conflict of interest dapat dihindarkan," tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan, Purwadi menyebut bahwa terdapat pengaturan mengenai pengendalian gratifikasi yang sebelumnya telah tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2014. Namun pihaknya akan merevisi regulasi itu agar lebih komprehensif.

"Seminggu mungkin itu keluar revisinya, lebih cepat lebih baik," kata Purwadi.

Tim dokter bedah medis.

Indonesia Kekurangan Dokter Anestesi

Padahal spesialisasi itu sangat diperlukan, kata menteri kesehatan

img_title
VIVA.co.id
5 Agustus 2016