Ketua DPD: Jangan Bergantung Asing Atasi Kebakaran Hutan

Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Irman Gusman.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Irman Gusman, memperingatkan pemerintah agar tak lagi bergantung pada dana atau bantuan asing untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia setiap tahun. 
Menkeu Sri Mulyani Janji ke DPD Tak Brutal Sunat Anggaran
 
Irman menyarankan pemerintah daerah memanfaatkan dana desa yang mencapai Rp50 triliun. Dengan dana itu, katanya, Indonesia tidak perlu bergantung pada bantuan asing untuk menangani kebakaran hutan dan lahan.
Mengapa Praktik Bakar Hutan Berulang Lagi?
 
"Dana asing sudah sedikit, syaratnya pun banyak dan sulit," kata Irman di Pekanbaru, Riau, pada Jumat, 11 Maret 2016. 
Satelit Lapan Deteksi 232 Hotspot Jelang Puncak Kemarau
 
Tak hanya itu, dia menjelaskan, bantuan asing penuh kepentingan yang bertujuan melemahkan komoditas unggulan Indonesia, seperti perkebunan sawit dan industri kehutanan. Pemanfaatan dana desa sekaligus dapat memberdayakan masyarakat desa. Sosialisasi mencegah masyarakat terlibat dalam pembakaran lahan bisa diintensifkan.
 
Irman mencontohkan program desa bebas api yang kini dijalankan sejumlah perusahaan, sebagai upaya kolaboratif yang terbukti berhasil menekan titik api. "Pengendalian kebakaran memang harus melibatkan seluruh stakeholders (semua pihak/unsur terkait), jangan saling menyalahkan," ujar Irman.
 
Irman juga mengungkapkan, pemerintah perlu lebih terbuka dalam pengelolaan gambut untuk kegiatan ekonomi seperti di Malaysia.
 
“Tidak semua kegiatan di gambut harus dibatasi karena telah banyak kegiatan berjalan di kawasan itu. Jangan sampai keputusan yang salah berdampak pada kemandekan industri dan bertambahnya tingkat pengangguran di Indonesia," kata Irman.
 
Cabut sanksi
 
Ditemui di tempat yang sama, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Irsyal Yasman, mengatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan disebabkan faktor yang kompleks dari aspek sosial, politik dan ekonomi. "Jadi penyelesaiannya pun harus komprehensif dan kolaboratif multipihak," katanya.
 
Irsyal menekankan tentang pentingnya kejelasan penguasaan lahan di tingkat tapak sebagai penanggung jawab pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Maka percepatan perizinan berbasis masyarakat di areal open acces pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.
 
Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, menurut Isryal, anggota APHI terus bersiap. Selain berkolaborasi dengan masyarakat di tingkat tapak, APHI juga membangun sistem deteksi dini yang bekerja sama dengan Persatuan Sarjana Kehutanan. Peningkatan sarana dan prasarana untuk pengendalian kebakaran hutan juga sudah ditingkatkan.
 
Mengenai pengenaan sanksi terhadap perusahaan yang dituduh terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan, Irsyal berharap pemerintah bisa mempercepat proses pencabutan sanksi.
 
"Pembekuan dan pengambilalihan lahan akan memperluas areal open acces dan meningkatkan konflik sosial. Peluang kebakaran akan makin besar dan pada akhirnya menurunkan kepercayaan perbankan," katanya.
 
Peneliti Cifor (pusat studi kehutanan internasional), Herry Purnomo, mengungkapkan hasil risetnya di Riau menunjukan bahwa kebakaran sebanyak 61 persen terjadi di areal open acces. Pelaku pembakaran adalah para petualang lahan dengan latar belakang yang beragam, termasuk unsur masyarakat.
 
Herry juga mengungkapkan, investor kelas menengah menjadi pihak yang paling rawan terlibat dalam pembakaran, karena kerap mengabaikan legalitas. "Untuk melawan pembakaran maka perlu penguatan jaringan orang baik melawan institusi ilegal," katanya. (ase)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya