Densus 88 Geledah Taman Kanak-kanak Menuai Kritik

Densus 88 antiteror
Sumber :
  • ANTARA/Jafkhairi

VIVA.co.id - Penggeledahan Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror atas suatu Taman Kanak-kanak di Klaten, Jawa Tengah, pekan lalu mengundang kontroversi. Mereka curiga TK itu jadi tempat menyimpan senjata api terduga teroris.

Gelar Operasi Antiteror, Polisi Kanada Lumpuhkan Tersangka

Namun, pengamat terorisme dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, M. Zaki Mubarak, menilai kedatangan pasukan Densus 88 yang bersenjata lengkap ke TK tersebut memberikan dampak trauma kepada murid TK yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar.

"Sehingga guru-guru dan murid kalang kabut ketakutan," kata M. Zaki Mubarak kepada VIVA.co.id di Jakarta, Senin, 14 Maret 2016.

Menurutnya, Densus 88 telah melanggar standar operasional prosedur (SOP) dalam melakukan kinerjanya saat melakukan investigasi terduga teroris di sekolah itu.  Apa yang dilakukan Densus meninggalkan trauma kepada siswa taman kanak-kanak.

"SOP di Densus ini tidak berjalan dengan bagus," ujarnya.

Zaki menuturkan, sebaiknya dalam proses penggeledahan mencari barang bukti, harusnya melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan kepala sekolah. Sehingga tidak menimbulkan rasa trauma kepada anak-anak pada saat jam belajar.

"Sebaiknya siswa TK dipulangkan terlebih dahulu," katanya.

Sebelumnya, Densus 88 Antiteror melakukan penggeladahan di sebuah rumah, yang juga dijadikan TK bernama Roudatul Athfal Terpadu (RAT) Amanah Ummah, yang berada di Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Kamis, 10 Maret 2016.

Bertemu Menteri Australia, Yasonna Bahas Soal Terorisme

Pada penangkapan itu, seorang terduga teroris bernama Siyono mati dengan kondisi tidak wajar. Komnas menengarai ada unsur penyiksaan, atau penganiayaan. Bukan meninggal dunia akibat “kelelahan dan lemas”, sebagaimana disebut Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).

UEA: Teroris Sebarkan Radikalisme Lewat Video Game
Komnas menuntut polisi mengautopsi jenazah Siyono dan mengumumkan secara terbuka kepada publik hasilnya, agar masyarakat mengetahui pasti penyebab kematiannya.
 
Menyerang aparat
 
Ihwal kabar kematian Siyono muncul ke publik pada Sabtu kemarin, 12 Maret 2016. Namun, Siyono dilaporkan meninggal dunia pada 9 Maret, setelah ditangkap aparat Densus 88 di Klaten pada sehari sebelumnya.
 
Mabes Polri menyebut kematian Siyono bukan karena penyiksaan, atau penganiayaan maupun ditembak, melainkan akibat kelelahan dan lemas.
 
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Agus Rianto, menjelaskan bahwa Siyono ditangkap sebagai hasil penyelidikan terhadap terhadap seorang tersangka lain berinisial T alias AW.
 
Polisi meyakini Siyono menyimpan senjata api, tetapi dia membantah dan mengatakan bahwa senjata itu sudah diserahkan kepada orang lain.
 
Siyono, kemudian digelandang aparat Densus 88 untuk menunjukkan orang, sekaligus tempat tinggal yang menerima senjata api itu pada Rabu 9 Maret 2016.
 
“Namun, setelah tiba di lokasi, ternyata yang bersangkutan tidak dapat menunjukkan rumah dimaksud, termasuk orang yang disebutkan,” kata Rianto dihubungi VIVA.co.id pada Sabtu malam.
 
Aparat, kemudian membawa kembali Siyono, setelah pencarian lokasi selama dua jam. “Namun, di perjalanan tersangka melakukan perlawanan terhadap anggota dan menyerang anggota yang mengawal dan akhirnya terjadi perkelahian di dalam mobil. Setelah situasi dapat dikendalikan, tersangka kelelahan dan lemas.”
 
Polisi akhirnya membawa Siyono ke Rumah Sakit Bhayangkara di Yogyakarta pada Selasa siang. “Lima menit kemudian dokter yang merawat menginfokan, ternyata nyawa tersangka tidak dapat ditolong dan meninggal dunia di Rumah Sakit,” ujar Rianto.
 
Jenazah Siyono akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Polri di Jakarta. Lalu, diserahkan kepada keluarga pada Sabtu sore, 12 Maret. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya