Joko Widodo Menjahit di Kantor Dinas Sosial

Joko Widodo (kanan-duduk), warga Surabaya penyandang disabilitas, dengan lapak menjahitnya di kantor Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada Rabu, 23 Maret 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Januar Adi Sagita
VIVA.co.id - Lahir dengan fisik yang kurang sempurna, bukan berarti menyerah pada keadaan. Hal itulah yang dilakukan Joko Widodo, warga Surabaya, yang kini menekuni usaha menjahitnya.
Reaksi Kocak Kapolda Jatim Namanya Masuk Survei Pilkada
 
Meski terlahir sebagai tunadaksa, bukan berarti Joko tidak memiliki kelebihan lain. Pria bergelar sarjana hukum itu justru memiliki kelebihan di bidang menjahit. Hal itu pula yang membuat Dinas Sosial (Dinsos) Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) memberikan kesempatan kepada Joko untuk mengembangkan keahliannya.
Golkar: Pilkada Jatim Pertarungan Khofifah dan Saifullah
 
Pemerintah memberikan lahan kepada Joko untuk membuka lapak menjahit. Lapak itu bahkan berlokasi di dalam Kantor Dinsos Pemprov Jatim.
Penyandang Disabilitas di Kulonprogo Dapat Pengobatan Gratis
 
Joko mengaku memilih memanfaatkan kemampuannya menjahit karena tidak ingin menggantungkan hidupnya pada orang lain. “Walau pun saya berbeda dari orang lain, saya juga harus bisa hidup mandiri, karena rasanya malu kalau sampai harus bergantung pada orang lain,” katanya saat ditemui VIVA.co.id di Kantor Dinsos Jatim, Surabaya, pada Rabu, 23 Maret 2016.
 
Awalnya, kata Joko, dia mendapatkan pelatihan menjahit dari Dinsos Jatim pada tahun 2004. Setelah memiliki keterampilan menjahit, dia bergabung dengan sejumlah penjahit besar atau tailor.
 
“Bahkan, saya juga pernah ikut salah satu penjahit ternama di Kota Surabaya, tepatnya yang ada di Jalan Embong Malang,” ujarnya.
 
Sembari bekerja, Joko juga terus melanjutkan pendidikannya hingga lulus kuliah Fakultas Hukum di salah satu perguruan tinggi di Surabaya.
 
“Dalam perjalanan bekerja itu saya juga sering berganti-ganti juragan, dan akhirnya ditawari lagi untuk kembali dan membuka lapak di Dinsos Jatim ini,” katany.
 
Joko pun menyambut kesempatan itu. Saat membuka lapak di kantor Dinsos Jatim, Joko bisa mendapatkan penghasilan hingga Rp100 ribu per hari. Jumlah itu jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penghasilannya saat menjadi karyawan di sejumlah penjahit besar. Dia bisa mengantongi uang rata-rata tiga juta rupiah per bulan.
 
Tarif yang dipatok Joko untuk setiap potong kain yang dijahitnya pun cukup murah. Untuk satu potong pakaian yang dijahitnya, dia hanya mematok tarif sebesar Rp50 ribu. Tarif itu jauh lebih murah jika dibandingkan tarif yang dipasang penjahit lain, yang mencapai Rp150 ribu per potong.
 
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Jatim, Indera Istianto, mengungkapkan bahwa bantuan yang diberikan kepada Joko adalah salah satu program dari lembaganya. Program itu dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat Jatim, khususnya dalam bidang ekonomi.
 
“Apalagi sekarang juga sudah memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), jadi semua masyarakat harus sudah siap dan punya keterampilan, tidak terkecuali saudara-saudara kita yang memiliki kekurangan dari segi fisik,” ujar Indera.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya