Pengusaha Ini Didakwa Menyuap DPR dan Pejabat KemenPUPR

Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id - Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir didakwa telah memberikan uang suap miliaran rupiah lebih kepada sejumlah anggota Komisi V DPR dan pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Para anggota Dewan yang disebut menerima suap antara lain adalah Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro serta Musa Zainuddin. Sementara pejabat Kementerian PUPR adalah Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) lX Maluku dan Maluku Utara, Amran Hl Mustary.

"Dengan maksud agar Amran Hl Mustary, Andi Taufan Tiro, Musa Zainuddin, Damayanti Wisnu Putranti dan Budi Supriyanto mengupayakan proyek-proyek dari program aspirasi DPR disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara, serta menyepakati Terdakwa sebagai pelaksana proyek tersebut," kata Jaksa Mochamad Wirasakjaya saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 4 April 2016.

Total suap yang diberikan Khoir yakni sebesar Rp21.380.000.000.000, SGD1.674.039 dan US$72.727.

Yudi PKS Klaim Uangnya yang Disita KPK Bukan Hasil Korupsi

Suap diberikan oleh Abdul Khoir bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Arta John Alfred.

Atas perbuatannya itu, Khoir didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Jaksa menuturkan, pemberian kepada Amran berawal dari pertemuan pada 12 Juli 2015 di sekitar Mall Atrium Senen, Jakarta Pusat. Saat itu Khoir dikenalkan oleh Alfred kepada Amran yang merupakan Kepala BPJN lX yang baru dilantik.

Pada pertemuan itu, Amran meminta uang Rp8 miliar kepada Khoir dan Afred guna membayar keperluan suksesinya saat menjadi Kepala BPJN lX. Amran lantas menjanjikan akan memberikan proyek pada Khoir dan Alfred pada tahun 2016.

Uang Rp8 miliar hasil urunan itu lantas diberikan pada keesokan harinya melalui perantara bernama Herry. Namun Herry hanya menyerahkan Rp7 miliar kepada Amran dan sisanya dia pakai sendiri.

Lantaran ada uang yang diambil Herry, Amran kembali meminta uang sebesar Rp2 miliar pada Khoir.

Pada akhir bulan Juli 2015, Khoir mendapat informasi dari Amran bahwa akan ada proyek dari program aspirasi DPR. Amran lantas meminta fee sebesar Rp3 miliar kepada Khoir untuk mengupayakan agar proyek program aspirasi tersebut dapat disalurkan pada pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku atau Maluku Utara. Selain itu, Amran meminta Khoir untuk memberikan fee pada anggota Komisi V DPR.

Untuk memenuhi permintaan tersebut, Khoir kemudian urunan uang dengan Henock Setiawan alias Rino, Charles Fransz alias Carlos, Alfred serta Aseng hingga terkumpul yang Rp2.600.000.000. Uang kemudian diberikan dalam bentuk Dolar Amerika Serikat pada Amran melalui lmran dengan maksud agar PT Windhu Tunggal Utama, PT Cahaya Mas Perkasa dan PT Sharleen Raya sebagai pelaksana proyek.

Pada saat kunjungan kerja Komisi V DPR di Maluku bulan Agustus 2015, Khoir memberikan uang Rp455.000.000 kepada Amran untuk diberikan pada para anggota dewan. Tujuannya, agar para anggota dewan tersebut menyalurkan dana aspirasinya untuk pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku atau Maluku Utara dan Amran dapat menunjuk PT Windhu Tunggal Utama sebagai pelaksana proyeknya. Bahkan, Khoir sempat dikenalkan pada Mohamad Toha pada saat kunjungan kerja itu.

Usai kunjungan kerja, Amran sempat melobi Damayanti dan beberapa anggota Komisi V lainnya agar menyalurkan aspirasinya kepada Kementerian PUPR dalam bentuk pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.

Setelah beberapa kali pembahasan, Komisi V DPR dan Ditjen Bina Marga sepakat program dan rencana kerja Kementerian PUPR. Termasuk didalamnya proyek-proyek yang merupakan usulan atau aspirasi anggota Komisi V DPR di Maluku dan Maluku Utara.

Proyek-proyek tersebut antara lain adalah :

1. Proyek pelebaran Jalan Tehoru-Laimu senilai Rp41 miliar yang berasal dari program aspirasi Damayanti selaku anggota Komisi V DPR dari fraksi PDI-P.

2. Proyek Rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu senilai Rp50 miliar yang berasal dari program aspirasi Budi Supriyanto selaku anggota Komisi V DPR dari fraksi Golkar.

3. Proyek Pembangunan Jalan Kontainer Ruas Jailolo-Mutui Maluku senilai Rp30 miliar, proyek Rekontstruksi Peningkatan Struktur Jalan Boso-Kau senilai Rp40 miliar, Pembangunan Ruas Jalan Wayabula-Sofi senilai Rp30 miliar, Peningkatan Ruang Jalan Wayabula-Sofi senilai Rp70 miliar dan Rekonstruksi Jalan Mafa-Matuting senilai Rp10 miliar. Proyek-proyek tersebut berasal dari program aspirasi Andi Taufan Tiro selaku Ketua Kelompok Fraksi PAN Komisi V DPR.

4. Proyek Rekonstruksi Jalan Laimu-Werinama senilai Rp50 miliar, Peningkatan Kapasitas Jalan Haya-Tehoru senilai Rp50 miliar, Pelebaran Jalan Aruidas-Arma senilai Rp50 miliar, Pelebaran Jalan Tehoru-Laima senilai Rp50 miliar, Proyek Pembangunan Jalan Taniwel-Saleman senilai Rp54.320.000.000. Proyek-proyek tersebut berasal dari program aspirasi Musa Zainuddin selaku Ketua Kelompok Fraksi PKB Komisi V DPR.

Pada bulan November 2015, Khoir menyampaikan pada Amran bahwa dia bersedia mengerjakan proyek-proyek tersebut. Dia juga bersedia memberikan fee pada Amran dan anggota Komisi V DPR yang mengusulkan proyek tersebut sebesar 7-8 persen dari nilai proyek dengan kompensasi agar menyepakati PT Windhu tunggal Utama sebagai pelaksananya.

Sebagai pelaksanaan kesepakatan, Khoir sempat dikenalkan dengan Andi dan Damayanti sehingga menyetujui proyek aspirasi dikerjakan Khoir.

Politikus PDIP Damayanti Wisnu Putranti di persidangan

KPK Kembali Panggil Eks Legislator PDIP Damayanti

Damayanti dipanggil sebagai saksi terkait kasus suap proyek PUPR.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2020