Setahun, 39 Kasus Kekerasan Jurnalis Terjadi di Indonesia

Aksi keprihatinan wartawan atas aksi kekerasan
Sumber :
  • VIVAnews/Aries Setiawan

VIVA.co.id – Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Iman D Nugroho, mengemukakan, berbagai kasus kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi di Indonesia. 

Hari Kebebasan Pers Dunia, Jurnalis Makin Terancam

Berdasarkan catatan AJI mulai Mei 2015-April 2016, terjadi 39 kasus kekerasan pada jurnalis. Kekerasan itu dalam berbagai bentuk, seperti pengusiran, perusakan alat, hingga kekerasan fisik.

Dari 39 kasus itu, kekerasan pada jurnalis terbanyak diduga dilakukan oleh warga dengan 17 kasus. Kemudian 11 kasus diduga dilakukan oleh polisi.

Selanjutnya, 8 kasus diduga dilakukan oleh aparat pemerintah. Pelaku lainnya masing-masing satu kasus diduga dilakukan oleh TNI, Satpol PP dan pelaku tidak dikenal.  

Wartawan Diintimidasi Saat Liput Pilkada Ulang Mamberamo

“Ini ironis, karena polisi yang seharusnya melindungi kerja jurnalistik yang dilindungi UU Pers, justru menempati urutan kedua pelaku kekerasan,” kata Iman dalam siaran pers, Selasa, 3 Mei 2016.

Hal itu diungkapkan Iman terkait peringatan Hari Kebebasan Pers Internasional atau World Press Freedom Day 2016, di Jakarta, Selasa, 3 Mei 2016.

AJI Jakarta Kecam Pengusiran Wartawan di Simposium Anti PKI

Sementara itu, desakan AJI agar kepolisian mengusut tuntas kasus pembunuhan delapan jurnalis yang belum diketahui pelakunya, hingga kini belum ada tindak lanjut.

Delapan jurnalis yang tewas diduga karena pemberitaan tersebut adalah Muhammad Fuad Syahfrudin alias Udin (jurnalis Harian Bernas Yogyakarta, tewas tahun 1996), Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi Kalimantan Barat, tewas 25 Juli 1997), Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press tewas di Timor Timur, 25 September 1999), Muhammad Jamaludin (jurnalis TVRI di Aceh, tewas 17 Juni 2003), Ersa Siregar (jurnalis RCTI, tewas 29 Desember 2003), Herliyanto (jurnalis tabloid Delta Pos, tewas 29 April 2006), Adriansyah Matra’is Wibisono (jurnalis TV lokal Merauke, tewas 29 Juli 2010), dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas 18 Desember 2010).

Dalam 10 tahun terakhir, menurut dia, kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia sudah sampai pada taraf mengkhawatirkan. Indonesia dalam kebebasan pers dan berekpresi, menurut data World Press Freedom Index 2016  yang dirilis Reporters Sans Frontiers (Prancis), berada di posisi merah. Indonesia berada dalam rangking 130 dari 180 negara. “Posisi ini bahkan berada di bawah Timor Leste, Taiwan dan India,” katanya.

Selain itu, organisasi yang memonitor kebebasan pers dunia, Freedom House, menilai, kehadiran undang-undang yang membatasi kebebasan berpendapat dan pers, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Intelijen dan RUU Kerahasiaan Negara, membuat Indonesia masuk kelompok partly free atau tidak sepenuhnya bebas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya