Sukmawati: Pelaku G30S Bilang Soeharto Terlibat

Diorama pembunuhan para jenderal di Lubang Buaya dalam Peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Sumber :
  • VIVA.co.id / Anwar Sadat

VIVA.co.id - Anak dari Presiden pertama RI, Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri, mengungkap kesaksian dari salah satu pelaku Gerakan 30 September 1965, Kolonel Abdul Latief. Isinya adalah mengenai peran Soeharto dalam operasi militer yang menewaskan jenderal senior Angkatan Darat tersebut.

Momoto Dihajar Ginting, Hingga Soeharto Disebut Dalangi PKI

"Pelaku, Kolonel A Latief, dia pelaku G30S. Dia menyatakan Soeharto terlibat G30S," kata Sukmawati dalam acara Indonesia Lawyers Club, Selasa malam, 24 Mei 2016.

Apakah Latief yang ketika itu merupakan Komandan Brigade Infanteri I Kodam V Jaya punya bukti? Sukmawati memiliki jawaban.

Predikat Terbaik untuk Soeharto

"Orang yang sudah tersiksa, teraniaya di penjara, bertahun-tahun busuk, tidak mungkin berbohong. Dia akan jujur dengan nurani, dengan sukmanya," kata Sukmawati.

Sukmawati menuturkan bahwa Latief menyesal, kecewa, dan sedih. Karena ia dikhianati oleh Soeharto.

Titiek Soeharto: Kecintaan Rakyat Melebihi Gelar Pahlawan

"Konspirasi tadinya Soeharto akan mendukung gerakan tersebut, tapi kenapa mereka ini yang menyerang, malah justru dibasmi, dilibas?," ujar Sukmawati lagi.

Sebelum melakukan aksi dengan pasukannya, menculik para Pahlawan Revolusi, Latief terlebih dahulu melapor ke Pangkostrad Soeharto.

"Saya sampai kejar dia (Latief), apa cerita pada waktu itu? Dia selalu bilang seperti apa yang dia tulis. Saya sudah lapor, sama Pak Harto. Artinya ngapain lapor bahwa pasukan sudah siap untuk bergerak menculik Pahlwan Revolusi kepada Soeharto? Kenapa bukan ke Pak Yani? Kalau memang Soeharto tidak setuju dengan G30S, harusnya lapor ke Menpangad, Ahmad Yani," tegas Sukmawati.

G30S cuma grup kecil

Sukmawati melanjutkan, G30S bukan hanya aksi tapi nama suatu grup tentara. Tapi mereka hanya segelintir orang saja, dari sebagian prajurit Cakrabirawa dengan dipimpin Letkol Untung, dari Kodam Jaya, yang dipimpin Kolonel Latief.

"Segelintir pasukan Angkatan Darat ini yang beraksi untuk menculik sampai kok ada pembunuhan juga," kata Sukmawati.

Berdasarkan penelitian Sukmawati, di dalam curhat-curhat tahanan politik, menteri-menteri Kabinet Dwikora, semua kelompok G30S itu sangat kecewa Soeharto ternyata ingkar.

"Bagi mereka, kok jadinya dilibas? Mereka membantu melakukan aksi untuk awalnya," kata Sukmawati.

Meski demikian, Sukmawati berpendapat Ketua Central Committe (CC) Partai Komunis Indonesia Dipa Nusantara Aidit bisa jadi memiliki kesalahan dalam insiden penculikan dan pembunuhan sejumlah jenderal itu. Namun, untuk PKI secara keseluruhan tak bisa dipersalahkan.

"Seluruh CC PKI, pengurus pusat, sebetulnya tidak tahu menahu. Mereka tidak mengadakan pemberontakan bersenjata," tutur Sukma.

Atas tudingan Sukmawati yang mendasarkan pada pengakuan Latief, Wakil Ketua DPR Fadli Zon memberikan bantahan. Fadli mengaku pernah mewawancarai Soeharto mengenai permasalahan tersebut, dan kepadanya Soeharto membantah.

Soeharto sendiri dalam buku Dua Jenderal Besar Bicara tentang Gestapu/ PKI mengakui bahwa Kolonel Latief menenemuinya pada 28 September 1965 malam di rumahnya Jalan Agus Salim, Jakarta.

Namun, Latief sama sekali tidak menginformasikan apa-apa tentang persiapan G30S. Kemudian pada 29 September, ketika menunggui anaknya Tommy, yang tersiram sup panas, Soeharto melihat Latief mondar-mandir di rumah sakit tempat Tommy dirawat.

"Ini omong kosong, tidak benar sama sekali. Kalau dia mengatakan di saat itu dia melaporkan kepada saya, kok lapor ke saya. Padahal saya bukan atasannya langsung. Kok dia lapor ke saya, bukan ke atasannya langsung. Itu kan soal penting. Soal gawat sekali, bahwa ada tujuh jenderal yang akan dibunuh. Itu kan soal genting," kata Soeharto dalam buku yang ditulis oleh Anton Tabah, 1999, halaman 23 tersebut. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya