Dokter Tersangka Kasus Vaksin Palsu Terancam Sanksi Berat

Vaksin palsu yang ditemukan Polri dalam penggerebekan di Tangerang, Banten
Sumber :
  • Syaefullah/ VIVA.co.id

VIVA.co.id – Tim polisi dari Badan Reserse Kriminal sudah mendapatkan 23 tersangka kasus peredaran vaksin palsu. Di antara mereka terdapat tiga orang yang berprofesi sebagai dokter.

Hoaks, WHO Temukan Vaksin COVID-19 Palsu di Indonesia

Mereka berinisial AR, H dan I. Menurut Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr. Moh Adib Khumaidi, ketiga tersangka itu merupakan anggota.

Maka, menurut Khumaidi, IDI wajib melakukan pendampingan terhadap para anggota yang sedang mengalami masalah terkait dengan profesi mereka. IDI juga menyatakan bahwa mereka masih menganut asas praduga tak bersalah untuk ketiga dokter tersebut.

WHO Temukan Vaksin Palsu COVID-19 di India dan Afrika

Namun, jika ketiganya dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan, maka sanksi yang akan diberikan tergantung pada pelanggaran yang dilakukan bisa secara hukum etik ataupun disiplin.

"Apakah nanti ada pelanggaran hukum yang dilakukan mereka, kalau ada pelanggaran hukum tentu ranahnya ke penegak hukum untuk menjatuhkan sanksi. Tapi kalau kemudian terbukti melakukan pelanggaran disiplin, pelanggaran etik, di organisasi ada untuk sanksi etik dan terkait disiplin itu sudah ada," ujar Khumaidi usai jumpa pers di kantor PB IDI, Menteng, Jakarta Pusat, 18 Juli 2016.

Lebih 2.500 Warga India Jadi Korban Vaksin COVID-19 Palsu

Lebih lanjut, dia menjelaskan, kalau memang terbukti bersalah, sanksi yang akan diberikan dilihat dari sisi disiplin dan etika.

"Kalau rumah sakit kewenangan regulasi, kalau dokter terbukti, dilihat dari sisi disiplin dan etika. Kalau terbukti pidana ada proses pembinaan sampai taraf pencabutan keanggotaan, kalau disiplin bisa dari konsil tidak menerbitkan surat tanda registrasi," lanjut Khumaidi

Surat Tanda Registrasi ini sangat penting bagi dokter, karena menurut Adib, tanpa adanya surat ini dokter tidak bisa menjalani praktik seumur hidup. "Dia tidak bisa praktik seumur hidup, itu kewenangan konsil," ujar dia.

Meski masih menanti proses hukum, Khumaidi masih berkeyakinan bahwa ketiga anggotanya tersebut adalah korban."Tapi saya yakin tiga orang kami itu adalah user, korban saja. Tapi kalau memang itu nanti terbukti dari bidang hukum mereka sebagai terdakwa sampai diputuskan pengadilan, tentu mekanisme organisasi diberlakukan," kata dia.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya