Satelit Lapan Deteksi 232 Hotspot Jelang Puncak Kemarau

Pemadaman kebakaran hutan di lahan Gambut
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
VIVA.co.id
Mengapa Praktik Bakar Hutan Berulang Lagi?
- Kondisi cuaca yang makin kering menjelang puncak musim kemarau, menyebabkan peningkatan jumlah titik panas atau hotspot di beberapa wilayah Indonesia. Berdasarkan laporan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, satelit Modis dengan sensor Terra dan Aqua mendeteksi terjadi 232
hotspot
Jelang Puncak Kemarau,Titik Api di Sumatera Meningkat
.

1,7 Juta Orang Indonesia Terdampak Bencana dalam Enam Bulan
Dari jumlah itu, 159 titik pada tingkat kepercayaan sedang dan 73 hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi pada Minggu sore 7 Agustus 2016. "Tingkat kepercayaan sedang artinya berdasarkan suhu yang terekam di daratan, ada potensi wilayah tersebut terbakar, sedangkan tingkat kepercayaan tinggi menunjukkan bahwa wilayah tersebut sedang terbakar," ucap Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Senin, 8 Agutstus 2016.

Sebaran 159 hotspot dengan tingkat kepercayaan sedang ada di Bengkulu, Jambi, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung 2, Aceh, NTT, Riau, Sulawesi Tengah, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara. 

Sedangkan 73 hotspot lainnya dengan tingkat kepercayaan tinggi, terdapat di Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.

"Patroli udara dan darat menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan lahan terjadi di beberapa tempat dengan luas wilayah yang tidak terlalu besar. Karhutla terjadi di perkebunan, pekarangan, dan hutan di daerah yang seringkali aksesnya sulit dijangkau," jelas Sutopo.

Jumlah hotspot ini jauh lebih sedikit dibandingkan periode sama 2015 lalu. Kala itu, pada periode 1-7 Agustus 2015, jumlah hotspot di Indonesia mencapai 14.451 titik. Sedangkan pada pekan lalu, tercatat hanya ada 491 titik. 

"Penurunan jumlah hotspot saat ini disebabkan upaya pencegahan dan pemadaman karhutla yang lebih baik dibandingkan tahun 2015," ucap Sutopo.

Selain itu, faktor cuaca juga sangat berpengaruh. Adanya anomali cuaca dan pengaruh La Nina menyebabkan hujan banyak terjadi di wilayah Indonesia musim kemarau ini. Kondisi tersebut menyebabkan lahan tetap basah sehingga sulit terbakar. Sebaliknya di 2015, fenomena alam yang terjadi adalah El Nino, sehingga curah hujan menurun dan cuaca sangat kering serta mudah terbakar.

Saat ini Indeks Standar Pencemaran Udara masih tergolong sedang hingga baik. "Tidak ada daerah yang tertutup asap dan memiliki ISPU tercemar. Aktivitas masyarakat dan penerbangan sipil berjalan normal," katanya.

Meski begitu, ancaman karhutla masih akan mengancam hingga Oktober mendatang. BNPB bersama TNI, Polri, KLHK, BPBD, SKPD, pemadam kebarakan, relawan dan dunia usaha terus melakukan berbagai langkah antisipasi. 

BNPB telah menambah satu helikopter water bombing di Riau, sehingga di sana terdapat 3 helikopter water bombing dan satu pesawat untuk hujan buatan. Di Sumatera Selatan juga digelar hujan buatan dan 2 heli water bombing. Operasi darat melibatkan ribuan personil secara terus menerus melakukan patroli, pemadaman dan sosialisasi. 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya