Apotek Ini Terbebani Pajak karena Nama Dipinjam Rumah Sakit

Ilustrasi sidang di pengadilan.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Hati-hati meminjamkan nama lembaga atau perusahaan ke lembaga lain untuk melancarkan sebuah kegiatan usaha. Jika sedang sial, bukannya mendapatkan hasil jasa pinjam nama, hal yang terjadi malah dikejar-dikejar kewajiban membayar pajak.

GRT Anak Anggota DPR RI Jalani Sidang Perdana Kasus Pembunuhan di PN Surabaya

Seperti yang terjadi pada apotek Arta Farma milik Husin Rayesh Mallaleng. Pada tahun 2009, Rumah Sakit Onkologi Surabaya meminjam nama apotek Arta Farma untuk kegiatan jual-beli obat di rumah sakit yang berlokasi di Jalan Galaxy Permai Surabaya, Jawa Timur. Waktu itu, Direktur Utama RS Onklogi dijabat Estiningtyas Nugraeni.

Kerja sama dua lembaga kesehatan itu berlangsung sampai tahun 2011. Sejak tahun 2009 sampai 2011, ternyata RS Onkologi menunggak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penjualan obat senilai Rp6 miliar. Karena kegiatan usaha atas nama apotek Arta Farma, apotek itulah yang dikenai tanggungan membayar pajak.

Kronologi Kasus Penggelapan Pajak yang Membelit Jubir AMIN Indra Charismiadji

Husin selaku pemilik apotek terpaksa membayar tunggakan pajak itu sebesar Rp6 miliar. Estiningtyas selaku Dirut RS Onkologi berjanji mambayar di kemudian hari. Namun kenyataannya manajemen rumah sakit hanya membayar Rp3 miliar.

Merasa dirugikan, Husin akhirnya menggugat perdata RS Onkologi Surabaya (tergugat I) kepada Pengadilan Negeri (PN) setempat. Pemilik rumah sakit, dr Stop Djatmiko, jadi tergugat II, dan mantan Dirut RS Onkologi Surabaya, Estiningtyas Nugraeni, bertatus tergugat III.

Jadi Obat Medis, Negara Ini Legalkan Ganja Dijual di Apotek

Pada Rabu, 19 Oktober 2016, Ketua Majelis Hakim Sigit Sutanto mengabulkan gugatan yang dimohonkan penggugat, Husin. Hakim mengabulkan seluruh gugatan tergugat. "Tergugat harus membayar semua utang pajaknya," kata John Tamrun, kuasa hukum Husin, pada Kamis malam, 20 Oktober 2016.

Karena Estiningtyas sudah membayar Rp3 miliar, kewajiban membayar sisa tunggakan pajak kepada penggugat selaku pihak yang menalangi tunggakan pajak tinggal separuhnya saja, yakni Rp3 miliar. "Putusan itu menunjukkan bahwa tergugat melakukan pelanggaran," kata John.

Kuasa hukum RS Ongkologi selaku tergugat pertama, mengaku belum bisa mengambil sikap atas putusan hakim itu: mengajukan gugatan banding atau menerima putusan Pengadilan. "Kami masih akan berkoordinasi dulu dengan klien kami, RS Ongkologi," katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya