Pemerintah Bentuk Dewan Kerukunan, Pegiat HAM Anggap Bahaya

Teatrikal Pelanggaran HAM
Sumber :
  • ANTARA/Rosa Panggabean

VIVA.co.id – Pemerintah bakal segera membentuk Dewan Kerukunan Nasional. Melalui lembaga itu, diharapkan tensi politik dapat diminimalisir serta dapat menumbuhkan kesadaran multikulturalisme. Namun tanggapan miring mengenai Dewan Kerukunan Nasional ini datang.

Demo Sempat Ricuh, Mobil Komando Buruh Ditabrakan ke Kawat Berduri

Menurut Direktur eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Muhammad Hafiz, rencana pembentukan Dewan Kerukunan oleh pemerintah ini justru berbahaya karena berpotensi memutus mata rantai penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

"Tidak jelasnya konsep kerukunan justru mengaburkan reformasi hukum yang menjadi prioritas Presiden Jokowi. Tidak jelas apakah dewan ini bertujuan membangun perdamaian, toleransi, kebhinekaan, atau untuk mengatasi kasus-kasus pelanggaran HAM," kata Hafiz dalam keterangannya, Selasa 10 Januari 2017.

Kapolri Gelar Lomba Orasi Gara-gara Indeks Demokrasi RI Melorot

Menurut dia, Dewan Kerukunan Nasional justru berbahaya untuk pembangunan hukum di Indonesia. Alasannya, lembaga itu akan menggabungkan berbagai permasalahan tanpa membedakan lebih jelas akar dan pokok permasalahan dari suatu peristiwa.

"Hal ini sangat berbahaya karena berpotensi untuk mencampuradukkan masalah dan tidak jelas arah penyelesaiannya seperti apa," kata dia.

Dokumen Soal Uighur Bocor, HMI Singgung Pelanggaran HAM

Selain itu, ranah kewenangan dewan juga dinilai menjadi rancu ketika digabungkan dengan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Sebab, kata dia, jelas kasus-kasus pelanggaran tersebut merupakan kejahatan yang bertentangan dengan hukum.

"Di satu sisi pemerintah mendorong reformasi dan penegakan hukum, tapi di sisi yang lain mendorong terkuburnya fakta-fakta kejahatan yang terjadi di masa lalu. Kerukunan yang dimaksud pemerintah seakan ingin mengesampingkan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi," katanya.

Karena itu, ia khawatir dewan tersebut adalah wujud pengesampingan HAM oleh pemerintah dalam proses penyelesaian suatu masalah. "Hak asasi sendiri sudah masuk dalam konstitusi, sangat jelas dan tegas. Bila kemudian dewan mengesampingkan prinsip ini, maka pembentukan dewan sama saja untuk membelakangi nilai UUD 1945 yang menjadi dasar Negara ini," kata Hafiz.

Hafiz juga menilai bahwa penyelesaian konflik dengan cara musyarawah harus pula dibarengi dengan penegakan hukum sebagai landasan utama Negara ini. Sebab, UUD 1945 tegas menyebut Indonesia dibangun berdasarkan hukum, bukan kekuasaan.

"Bila tidak, Dewan ini justru akan melanggar prinsip konstitusi itu sendiri. Jangan sampai upaya yang ditempuh untuk membangun bangsa Indonesia justru mencederai prinsip hidup bersama di dalam Konstitusi," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya