Hakim Sebut Politikus PKB Musa Zainuddin Bisa Dijerat KPK

Anggota Komisi V DPR Fraksi PKB Musa Zainuddin berada di ruang tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (27/12/2016).
Sumber :
  • ANTARA/Wahyu Putro A

VIVA.co.id – Majelis hakim mencurigai anggota Komisi V DPR, Musa Zainuddin, kerap berbohong dalam memberikan kesaksian di sidang kasus suap program aspirasi yang direalisasikan dengan proyek pembangunan jalan. Bahkan, Ketua majelis hakim, Hariono, menyebut perbuatan Musa bisa berakibat fatal dalam hukum pidana.  

KPK Setor Rp5 Miliar ke Kas Negara dari Kasus Musa Zainuddin

"Kalau kita ikuti terus keterangan dia (Musa), maka dia bisa tersangka juga diperkara lain," kata hakim Hariono dalam sidang terdakwa Kepala BPJN IX wilayah Maluku dan Maluku Utara, Amran Mustary di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 25 Januari 2017.

Duduk di kursi saksi, Musa memang terus berkelit dan membantah terlibat jual beli program aspirasi Komisi V DPR. Padahal sejumlah saksi telah membeberkan bahwa Politikus PKB itu juga ikut bermain dan telah menerima fee dari 'jual beli' aspirasi tersebut.

Mahkamah Agung Diskon 30 Persen Hukuman Penjara Eks Legislator PKB

"Saksi Musa Zainuddin ini sudah dari awal membantah, malah katanya program aspirasi atas nama dia saja enggak tahu," kata Hakim Hariono.

Adapun Amran yang duduk di kursi terdakwa mengakui pernah beberapa kali bertemu Musa dalam perkara ini. Amran kenal Musa dari Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir.

Bupati Halmahera Timur Segera Diadili

"Disampaikan (Musa), nanti ada program kami bantu ke Maluku dan Maluku Utara, dia bilang oke," kata Amran.

Diketahui, dalam dakwaan Amran, Jaksa KPK Tri A Mukti menyebut bahwa Musa telah menerima suap senilai Rp8 miliar dari pengusaha terkait proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Uang itu berasal dari Abdul Khoir dan Presiden Direktur PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng. Kedua nama ini sudah dijerat KPK lebih dahulu.

Jaksa Tri menjelaskan, mulanya bulan Agustus 2015 itu ada kunjungan kerja Komisi V DPR RI ke Maluku. Di sana Mohamad Toha yang juga anggota DPR menyampaikan kepada Amran Hi Mustari dan Abdul Khoir ada program aspirasi senilai Rp200 miliar.

"Atas penyampaian tersebut, Abdul Khoir menyatakan keinginannya untuk mengerjakan proyek di Maluku Utara yang bersumber dari program aspirasi DPR," kata Jaksa Tri membacakan surat dakwaan mantan Kepala BPJN Maluku, Amran Hi Mustari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Namun, bulan September 2016, Toha justru mengalihkan program aspirasinya kepada Musa Zainuddin. Hal itu pun diketahui oleh Abdul Khoir. Beberapa hari setelahnya, bertempat di Hotel Ambara Jakarta Selatan, dilakukan pertemuan antara Amran Hi Mustari, Abdul Khoir, Musa Zainuddin, dan disaksikan oleh Imran S Djumadil, dan Moch Iqbal Tamher.

Pertemuan itu menyepakati adanya program aspirasi dari Musa Zainuddin yang akan dikerjakan Abdul Khoir dan Sok Kok Seng alias Aseng.

Program aspirasi itu meliputi proyek Pembangunan Jalan Piru-Waisala senilai Rp50,4 miliar yang akan dikerjakan Abdul Khoir dan pembangunan Jalan Taniwel-Saleman senilai Rp54,3 miliar yang akan dikerjakan oleh So Kok Seng alias Aseng.

"Pada pertemuan itu juga disepakati oleh terdakwa, Abdul Khoir dan Musa Zainuddin pemberian komitmen fee dari Abdul Khoir sebesar delapan persen dari nilai proyek yakni sejumlah Rp3,520 miliar dan pemberian komitmen fee dari So Kok Seng alias Aseng sebesar delapan persen dari nilai proyek atau Rp4,480 miliar," kata Jaksa Tri.

Menurut Jaksa Tri, Musa meminta supaya fee itu diberikan melalui staf ahli DPR Komisi V, Jailani. Pasca pertemuan di Ambara itu,  Amran kemudian menghubungi Okto Ferry Silitonga dan Qurais Lutfi agar menyiapkan administrasi proyek program aspirasi Musa Zainuddin.

Pada tanggal 16 November 2015, Aseng pun menitipkan fee untuk Musa senilai Rp4,480 miliar. Selanjutnya Abdul Khoir secara bertahap memberikan keseluruhan fee dari Abdul Khoir dan Aseng sejumlah Rp8 miliar kepada Musa melalui Jailani.

Rincian pemberian uang itu yakni:

1. Uang sejumlah Rp2.800.000.000 dan SGD103.780,00 diberikan tanggal 16 November 2015 di Parkiran Blok M Square Melawai Jakarta Selatan.

2. Uang sejumlah Rp2.000.000.000 dan SGD103.509 diberikan tanggal 17 November 2015 di Parkiran kantor PT Windhu tunggal Utama, Jakarta Selatan.

3. Uang sejumlah Rp1.200.000.000 yang ditukar dalam dolar Singapura menjadi sejumlah SGD121.088 pada tanggal 28 Desember 2015 di Food Hall Mall Senayan City Jakarta Selatan.

4. Pada tanggal 28 Desember 2015 bertempat di kompleks perumahan DPR RI, Kalibata Raya, Jakarta Selatan, Jailani menyerahkan sebagian uang pemberian Abdul Khoir dan Aseng kepada Musa. Sedangkan Rp1.000.000.000 dipakai oleh Jailani dan Henock Setiawan alias Rino.

(ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya