Saksi Kasus Pajak Ungkap Batalnya Penerimaan Rp78 Miliar

Kantor Ditjen Pajak di Jakarta.
Sumber :
  • REUTERS/Iqro Rinaldi

VIVA.co.id – Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv diduga memiliki pengaruh besar terhadap batalnya penerimaan negara sebesar Rp78 miliar. Penerimaan tersebut seharusnya berasal dari wajib pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia.

Kerjaan Agus Rahardjo Usai Pensiun dari KPK

Hal itu sebagaimana terungkap dalam sidang terdakwa Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan Nair, Senin 27 Februari 2017.

Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam, Johnny Sirait.

Libur Lebaran, KPK Tetap 'Pasang Mata'

"Iya, ini seharusnya masuk ke dalam kas negara," kata Johnny bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Senin 27 Februari 2017. 

PT EK Prima Ekspor Indonesia awalnya menghadapi beberapa persoalan pajak. Salah satunya, terkait restitusi pajak periode Januari 2012-Desember 2014 sebesar Rp3,5 miliar. Permohonan atas restitusi itu kemudian diajukan pada 26 Agustus 2015 ke Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam.

Walau Sulit, Golkar Berusaha Hilangkan Persepsi Partai Korup

Namun, permohonan restitusi itu ditolak, karena PT EK Prima Ekspor Indonesia memiliki tunggakan pajak sebagaimana tercantum dalam STP PPN tanggal 6 September 2016. Tunggakan tersebut sebesar Rp52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015.

KPP PMA Enam kemudian menerbitkan surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia. Alasannya, perusahaan diduga tidak menggunakan PKP sesuai ketentuan, sehingga terindikasi restitusi yang diajukan tidak seperti semestinya.

Namun, menurut Johnny, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv menginstruksikan agar pencabutan PKP terhadap PT EK Prima Ekspor Indonesia dibatalkan. Menurut Johnny, permintaan batal PKP disampaikan langsung Haniv kepadanya. "Karena ada instruksi dari Pak Kanwil," kata Johnny.

Menurut dia, KPP PMA Enam tidak mengetahui alasan Haniv meminta PKP terhadap PT EK Prima Ekspor Indonesia dibatalkan. Sebab, permintaan itu hanya disampaikan oleh Haniv, tapi tidak memberikan penjelasan yang jelas.

Belakangan, Haniv atas nama dirjen pajak mengeluarkan keputusan pembatalan surat tagihan pajak (STP) terhadap PT EK Prima Ekspor Indonesia. Dengan demikian, tunggakan pajak sebesar Rp52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015, menjadi nihil.

"Setelah kasus ini saya baru tahu. Tapi pembatalan itu wewenang Kanwil, secara SOP itu wewenang Kanwil, Kepala kantor hanya melakukan pembetulan," kata Johnny.

Dalam kasus ini, Rajamohanan didakwa menyuap penyidik Pegawai Negeri Sipil Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno Rp1,9 miliar. Namun, komitmen fee sebelumnya yakni Rp6 miliar supaya Handang membantu menyelesaikan persoalan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Haniv disebut ikut berperan menghapus pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp78 miliar. Janji pemberian suap Rp6 miliar kepada Handang, salah satunya juga ditujukan kepada Haniv.

Tak hanya Haniv, pada perkara sama, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi dan ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo juga muncul dalam dakwaan Rajamohanan. Kedua orang itu diduga ikut membantu praktik dugaan penyuapan itu.    

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya