ATVSI: Konsep Pemerintah Berpotensi Lahirkan Monopoli

Ilustrasi menonton televisi.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Asosiasi Televisi Swasta Indonesia  menyoroti Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran oleh Pemerintah dan DPR. Revisi tersebut, dinilai masih jauh dari harapan untuk menciptakan industri penyiaran yang sehat.

Sistem Single Mux Berpotensi Ciptakan Monopoli

Salah satu hal yang menimbulkan perdebatan dalam RUU Penyiaran yaitu terkait dengan pengelolaan multipleksing. Dalam RUU Penyiaran ini diserahkan kepada multiplekser tunggal atau single mux.

Sekjen ATVSI, Neil R Tobing mengungkapkan bahwa di era demokrasi penyiaran, penerapan konsep single mux berpotensi menciptakan praktik monopoli yang diharamkan dalam UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

DPR Panggil Menkominfo untuk Percepatan RUU Penyiaran

"Penetapan LPP Radio Televisi Republik Indonesia sebagai penyelenggara multipleksing juga berpotensi melanggar UU anti monopoli, tidak adanya jaminan terselenggaranya standar layanan penyiaran digital yang baik dan kompetitif serta jaminan kebebasan menyampaikan pendapat lewat TV," kata Neil di Jalan Senopati, Jakarta, Rabu 7 Juni 2017.

Menurut dia, setidaknya ada tujuh isu penting yang perlu disepakati oleh stakeholder penyiaran dalam RUU Penyiaran ini yakni rencana strategis dan blue print digital, pembentukan wadah dan keterlibatan asosiasi media penyiaran dalam proses penetapan kebijakan.

ATVSI: DPR Respons Positif Aspirasi Soal RUU Penyiaran

Kemudian, penerapan sistem hybrid dalam penyelenggaraan penyiaran multipleksing sebagai bentuk nyata demokratisasi penyiaran, durasi iklan, pembatasan iklan rokok, siaran lokal Dan proses pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.

"Menurut kami, untuk mengantisipasi perkembangan teknologi penyiaran, Indonesia perlu membuat rencana strategis penyiaran nasional. Di sejumlah negara, sudah menerapkan blue print digital dan rencana strategis penyiaran," ujarnya.

Menurut dia, RUU Penyiaran haruslah visioner yakni harus mempertimbangkan kondisi industri televisi eksisting dan sekaligus dapat mengantisipasi perkembangan teknologi dan dapat memenuhi keinginan masyarakat akan kebutuhan konten penyiaran yang baik dan berkualitas.

"Digitalisasi penyiaran merupakan keniscayaan dan sudah menjadi tuntutan global khususnya? dalam memenuhi ekspektasi pemirsa untuk mendapatkan akses berbagai konten setiap harinya," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya