Bupati Nonaktif Klaten Ditinggal PDIP

Bupati nonaktif Klaten, Sri Hartini, menjelang sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang pada Senin, 28 Agustus 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id - Bupati nonaktif Klaten, Sri Hartini, mengaku sedih menjelang sidang tuntutan atas kasus korupsi yang menjeratnya. Kesedihan Sri Hartini karena merasa ditinggalkan PDIP, partai yang dulu mengusungnya menjadi bupati.

Hari Ini, Tol Fungsional Jogja-Solo Bisa Dilintasi untuk Arus Balik Pemudik

Sesaat sebelum menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang pada Senin, 28 Agustus 2017, Sri Hartini blakblakan menceritakan kisah hari-harinya di balik jeruji penjara. Ia menganggap sejak ditangkap tangan KPK pada Desember 2016, PDIP telah abai terhadap nasibnya.

"Di saat saya kena kasus seperti ini, tidak ada satu pun kader partai (PDIP) yang menjenguk di tahanan," katanya.

Tragedi Perkelahian Dua Lawan Satu di Klaten, Satu Tewas

Sri mengklaim sebagai kader yang loyal kepada partai, tak hanya saat menjabat Ketua PDIP Klaten tetapi juga ketika aktif sebagai bupati. Dia bahkan kerap menemani Puan Maharani hingga putri Megawati Soekarnoputri itu Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

"Saya dulu sering sama Mbak Puan (Maharani), sampai jadi DPR, dan menteri. Namun saat saya kena kasus, tidak ada kader peduli," ujar perempuan yang menjabat bupati sejak Februari 2017 itu. 

3 Pesilat Keroyok Seorang Bocah, Alasannya Bikin Geleng Kepala

Sri merasa kecewa dengan partainya. Menurutnya, hingga kini baru dijenguk seorang pejabat Klaten. Itu pun untuk urusan penandatanganan gaji pokok bulanannya sebagai bupati.

"Hanya seorang pejabat Klaten yang datang untuk meminta tandatangan saya sebagai syarat pencairan gaji bulanan. (gajinya) kecil. Cuma Rp1,9 juta," ujarnya.

Menyesal

Sri mengaku menyesal atas perbuatannya hingga terjerat kasus suap dan gratifikasi dari para pejabat di lingkungan Klaten. Tapi dia mengklaim uang gratifikasi tidak langsung diterimanya, melainkan melewati persetujuan ajudan maupun sekuriti, baru diteruskan ke ruang kerjanya.

"Saya memang terlena dan kurang waspada selama jadi bupati. Makanya, saya pasrah ketika menjalani sidang tuntutan atas kasus yang menimpa saya saat ini," kata Sri sambil sesekali menghela napas dalam-dalam.

Sejak ditangkap tangan oleh KPK pada Desember 2016, Sri beberapa saat ditahan di KPK. Setelah itu ia dipindahkan ke Lapas Bulu di Semarang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya