JK Sebut Kasus Suap Rawan Terjadi di Daerah Kaya SDA

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla
Sumber :
  • VIVA/Fajar GM

VIVA.co.id – Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyebut, kasus penyelewengan berupa suap atau pemberian gratifikasi, rawan terjadi di daerah-daerah di Indonesia yang kaya sumber daya alam.

JK Sebut Penundaan Pemilu Langgar Konstitusi

Kasus pemberian gratifikasi, terakhir terjadi pada Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari. Rita ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima gratifikasi selama dua periode menjadi Bupati.

Menurut JK, gratifikasi rawan diberikan sebagai 'pelicin' supaya eksploitasi terhadap sumber daya alam di sana bisa mudah dilakukan atas izin pemerintah daerah setempat.

Kata Jusuf Kalla Soal Kabar Cak Imin-Anies Masuk Bursa Pilpres 2024

Dikutip dari situs web resminya, Kutai Kartanegara sendiri adalah daerah yang kaya akan potensi minyak bumi, gas, batu bara, serta pertanian dan kehutanan.

"Biasanya ini (kasus yang terjadi di Kutai Kartanegara terjadi di daerah-daerah yang banyak mengeluarkan izin. Di Kutai Kartanegara juga banyak (pengeluaran) izin batu bara, perkebunan," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 27 September 2017.

Saat Jusuf Kalla Cerita ke Gus Miftah Tentang Kisah Inspiratifnya

JK menyampaikan, pemerintah pusat telah mengambil langkah antisipasi dengan mengalihkan wewenang pemberian izin ke pemerintah pusat. Meski demikian, menurut JK, potensi penyelewengan masih ada karena pemerintah daerah di bawah pemerintah provinsi, diharuskan memberi rekomendasi sebagai syarat pengeluaran izin di tingkat provinsi.

"Pokoknya di daerah-daerah yang natural resourcesnya tinggi, relatif, (potensi pemberian) gratifikasinya besar," ujar JK.

Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari sebagai tersangka korupsi. Ia diduga menerima gratifikasi terkait jabatannya sebagai Bupati Kutai Kartanegara. Selain Rita, KPK juga menjerat Komisaris PT MBB berinisial K sebagai tersangka.

KPK menjerat kedua tersangka dengan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya