Asal-usul Nama Tjakrabirawa di Pusaran G30S/PKI

Ilustrasi/Peringatan 50 tahun G30 S PKI di Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

VIVA.co.id – Johana Sunarti Nasution terbangun dari tidurnya. Suara gaduh langkah sepatu yang memenuhi isi rumah membuat ia terjaga dan bangkit dari kasurnya. Pelan-pelan pintu kamarnya dibuka untuk melihat suara gaduh.

Cek Fakta: Video PKI Dukung Anies

Melihat istrinya bangun, Jenderal Abdul Haris Nasution, ikut terjaga. Jarum jam menunjukkan waktu dini  hari, 1 Oktober 1965. "Tjakra, Pak," kata Sunarti kepada suaminya.

Di luar kamar tidur, sejumlah prajurit dengan seragam khas Resimen Tjakrabirawa menelisik seluruh dalam rumah. Senjata laras panjang siap ditembakkan.

Keturunan PKI Boleh Masuk TNI, Begini Penjelasan Jenderal Andika Perkasa

Sekilas, itulah cuplikan dalam film G30S/PKI karya Arifin C Noer.

Dalam film itu, rumah Jenderal Nasution di Jalan Teuku Umar 40, Menteng, Jakarta, menjadi salah satu rumah yang disasar pasukan penculik bikinan Partai Komunis Indonesia pimpinan Dipa Nusantara Aidit itu. AH Nasution berhasil menyelamatkan diri.

Mahfud MD Tegaskan Presiden Jokowi Tidak Pernah Meminta Maaf ke PKI

Tetapi putrinya, Ade Irma Suryani, dan ajudannya, Letnan Satu Pierre Tendean, menjadi korban. Di malam buta itu, kecuali AH Nasution, enam jenderal dan satu perwira menengah berhasil diculik, dieksekusi, lalu jenazahnya dikubur di dalam sebuah lubang sumur tua di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Nama resimen Tjakrabirawa beberapa kali disebut dalam dialog pada film G30S/PKI. Penyebutan ini kala adegan apel pasukan menjelang aksi penculikan 'Dewan Jenderal' digelar di Lubang Buaya. Saat truk pengangkut pasukan mulai bergerak, pertama kali yang terlihat dalam film ialah tulisan Tjakrabirawa dan lambangnya di bagian depan badan truk.

Lalu satuan macam apakah Tjakrabirawa ini? Petrik Matanasi dalam buku 'Untung, Cakrabirawa dan G30S' menjelaskan, Resimen Tjakrabirawa resmi dibentuk pada 5 Juni 1962 berdasarkan Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia No. 211/PLT/TH. 1962, No. 01/PLT/TH. 1963.

Prajurit Terbaik

Tugas utama pasukan ini ialah menjaga keselamatan pribadi kepala negara dan keluarganya. Keselamatan Presiden Sukarno adalah tanggungjawab prajurit Tjakrabirawa. Prajurit yang direkrut ialah tentara terbaik dari Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Kepolisian. Siapa yang dipilih diserahkan kepada panglima angkatan bersenjata masing-masing Angkatan Bersenjata.

Nama Tjakrabirawa dibuat Kolonel Pranoto Reksosamudro, orang kepercayaan Sukarno yang pintar bermain wayang. Bung Karno yang meminta Pranoto mencarikan nama satuan yang kini mafhum disebut Pasukan Pengaman Presiden atau Paspampres itu. 

Dua nama tokoh pewayangan diajukan Pranoto, Tjakrabaswara dan Tjakrabirawa. Nama terakhir disetujui.

Masih dalam buku karya Petrik Matanasi itu, dijelaskan bahwa prajurit Tjakrabirawa memiliki seragam khas harian baret merah tua dengan emblem Tjakra warna kuning emas. Simbol itulah yang beberapa kali diperlihatkan dalam film G30S/PKI. Adapun pakaian lapangan ialah kemeja dan celana hijau dan ikat pinggang kopel riem putih.

Seragam itu, menurut Petrik, dibikin sewibawa mungkin, untuk menjaga citra dan wibawa sosok yang dijaga keamanannya kala itu, Presiden Sukarno.

Konon, prajurit yang dipilih masuk ke Resimen Cakrabirawa memiliki kebanggaan tersendiri. Maklum, selain sebagai kepala negara, kala itu sosok Bung Karno adalah tokoh sentral yang dikagumi rakyat.

Saat berdiri, sosok yang ditunjuk menjadi Komandan Tjakrabirawa ialah Brigadir Jenderal M Sabur dan Kolonel Maulwi Saelan sebagai wakil komandan. Sabur membawahkan empat Batalyon Kawal Kehormatan dan Detasemen. Masing-masing memiliki komandan di antaranya Letnan Kolonel Untung, sosok yang versi pengkhianatan G30S/PKI disebut-sebut komandan aksi gerakan 30 September.

Ihwal pembentukan Resimen Tjakrabirawa, keterangan menarik diperoleh dari Maulwi dalam buku otobiografinya, 'Sang Penjaga Terakhir'. Petrik juga mengutip cerita Maulwi itu dalam buku 'Untung, Cakrabirawa dan G 30 S'-nya.

Kata Maulwi, sinisme berseliweran di tengah-tengah musuh Bung Karno.

"Lihat, Bung Karno sekarang banyak musuhnya, sehingga perlu ada kesatuan khusus yang kuat mengawalnya. Tidak seperti awal-awal revolusi, musuhnya tidak ada kecuali kaum imperialis dan agen-agennya, sehingga ia hanya dijaga oleh satu detasemen kawal pribadi yang terdiri dari polisi."

Maulwi mengacu beberapa kejadian penyerangan Bung Karno. Sukarno membentuk Tjakrabirawa setelah selamat dari beberapa kali percobaan pembunuhan seperti peristiwa penggranatan di Perguruan Cikini pada 30 November 1957.

Saat itu, Sukarno jadi sasaran peneror, namun gagal. Petrik menulis, tiga pelaku ditangkap dan dihukum.

Tidak heran jika kemudian dalam film G30S/PKI digambarkan, komandan pasukan mengobarkan semangat para pasukannya dengan kalimat untuk menjaga keselamatan Presiden Sukarno. Itu adalah semangat Resimen Tjakrabirawa sebagai penjaga keselamatan Presiden dan keluarganya.

Tjakrabirawa akhirnya dibubarkan setelah Sukarno lengser dan Soeharto menjadi Presiden. Resimen bergengsi itu seolah hilang dari catatan sejarah pengawal Kepresidenan sejak era Orde Baru.

Tetapi kontroversi hingga kini mewarnai peristiwa bersejarah itu, termasuk soal Tjakrabirawa. Maulwi mengatakan, hanya segelintir prajurit Tjakrabirawa yang ikut dalam G30S/PKI di bawah komando Letkol Untung. Dia menolak stigma negatif Cakrabirawa secara institusional. (hd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya