MA: Minat Lulusan PTN Ikut Rekrutmen Hakim Rendah

Sekretaris Mahkamah Agung, Achmad Setyo Pudjoharsoyo.
Sumber :
  • VIVA/Eduard

VIVA – Mahkamah Agung (MA) memberikan jaminan bahwa rekrutmen calon hakim 2017 bebas dari praktik suap. Jaminan itu didasari serangkaian tes yang dilakukan secara terbuka dan langsung diumumkan kepada para peserta yang melakukan ujian

Pernah Anulir Vonis Mati Sambo, Kabar Majunya Suharto jadi Wakil Ketua MA Dikritisi

"Karena seleksi ini diawali dengan menggunakan sistem CAT SKD (Kompetensi Dasar), kemudian sistem SKB (Kompetensi Bidang). SKB terdiri atas tiga komponen yaitu mengenai materi hukum, juga kemudian psikotes dan wawancara," kata Sekretaris MA, Achmad Setyo Pudjoharsoyo.

Pudjo mengatakan, keterlibatan instansinya hanya pada posisi menerima calon hakim yang telah selesai terseleksi.

PT BMI Ajukan PK Kasus Sengketa Lahan ke MA, Minta Eksekusi Ditunda

Kemudian, dalam tahapan wawancara, MA hanya mengambil bobot penilaian 25 persen dan masih dibagi tahapan tes materi hukum dan psikotes. Sementara itu, untuk penilaian psikotes diserahkan ke Panitia Seleksi Nasional yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"Yang pasti kami tidak kurang-kurangnya selalu mengimbau bahwa jangan percaya dengan oknum dari mana saja, apakah dari lingkungan MA sendiri atau bahkan entah dari mana saja," kata Pudjo yang juga menjadi ketua Pansel Penerimaan Hakim MA.

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang! Harga Limitnya Rp809 Juta

Sementara itu, MA juga membeberkan data bahwa lulusan universitas atau perguruan tinggi negeri tak tertarik mengikuti seleksi calon hakim 2017.

Hal itu menjadi sinyal buruk karena banyak lulusan kampus ternama 'ogah' mendaftarkan diri menjadi abdi negara dan memilih instansi lain atau perusahaan swasta yang menawarkan janji lebih baik.

"Makanya sangat sedikit dari perguruan tinggi negeri itu yang mendaftar. Rendah keikutsertaannya, hanya 13 persen, sementara yang lulus hanya 0,6 persen," kata Pudjo.

Malas Jadi Hakim

Pudjo pun tengah mencari solusi agar ke depan para pelamar kerja di lembaga peradilan ini dapat dikombinasikan dari lulusan terbaik universitas negeri atau pun swasta.

Salah satu faktor yang menyebabkan MA kehilangan sumber daya manusia berprestasi ialah karena sudah tujuh tahun tidak melakukan rekrutmen.

"Tujuh tahun mereka berebut yang pintar-pintar ini. Baik yang swasta maupun lembaga pemerintahan untuk mendapatkan yang pintar-pintar. Sudah habis kami," ujarnya.

Selain itu, Pudjo merasakan, minimnya para lulusan universitas dan enggan melamar menjadi hakim karena alasan penempatan kerja. Kecenderungan seseorang yang baru lulus, menurutnya, mendambakan kerja di kota-kota besar dan tidak tertarik mengabdi di daerah terpencil.

Nantinya dari 1.684 hakim yang terpilih, akan disebar di 808 pengadilan di seluruh daerah.

"Bahwa kemampuan dengan ilmu yang tinggi saja tidak cukup, kepintaran otak saja, tidak cukup. Tapi integritas dan ada kemauan mengabdi," ujarnya.

Penerimaan calon pegawai negeri sipil tahap pertama dilakukan di Kementerian Hukum dan HAM serta Mahkamah Agung. Untuk Mahkamah Agung, pemerintah bakal menerima 1.684 PNS yang akan ditempatkan menjadi hakim di berbagai wilayah Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya