Protes Lobi Politik Ketua MK, Koalisi Cabut Gugatan UU MD3

Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas di Gedung MK, Jakarta
Sumber :
  • VIVA/Eka Permadi

VIVA – Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi tak hanya melaporkan Ketua MK Arief Hidayat ke Dewan Etik.

DPR Sahkan Revisi UU MD3 Soal Penambahan Pimpinan MPR

Koalisi yang terdiri dari beberapa LSM ini juga mencabut gugatan pemohon uji materi Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD terkait dengan hak angket DPR dengan nomor perkara 47/PUU-XV/2017 yang tinggal menunggu putusan sebagai bentuk protes.

"Kami sepakati hari ini datang ke MK untuk mencabut surat permohonan judicial review yang sudah kami ajukan. Alasannya sebagai catatan kritis dan respons terhadap perkembangan yang bersangkutan (Arief)," kata Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 7 Desember 2017.

Sepakat Revisi UU MD3, Dua Fraksi Ini Beri Catatan

Mantan Ketua KPK ini menambahkan, koalisi melihat fakta dugaan lobi politik yang dilakukan Arief dengan Komisi III DPR RI sebelum fit and proper test. "Dan, karena ini kami mempunyai rasa kekhawatiran yang serius," ujarnya.

Lobi politik dan pertemuan dengan Komisi III DPR RI diangap telah melanggar peraturan MK nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

Mengapa DPR Bernafsu Revisi UU MD3 di Akhir Masa Jabatan?

Selain itu menurut Busyro, lobi politik yang dilakukan Arief dapat berpengaruh pada berbagai putusan MK ke depan. Di antaranya gugatan Undang Undang MD3.

Busyo menegaskan, sebagai lembaga hukum tertinggi, MK harus dijaga kewibawaannya. Oleh karena itu, hakim konstitusi harus dijaga kewibawaannya, karena semua putusan MK adalah final dan mengikat.

"Dalam hal ini kedatangan Pak Arief ke DPR melekat pada dirinya jabatan sebagai hakim dan Ketua MK, bukan pribadi. Karena masih sebagai hakim dan Ketua MK," tegasnya.

Pencabutan pemohon uji materi Undang Undang MD3 ini dilakukan mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas sebagai individu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), serta Indonesia Corruption Watch (ICW). (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya