Tim Medik RSSA Usut Dugaan Transplantasi Ginjal Ilegal

Tim dokter RS Saiful Anwar (RSSA), Kota Malang memberikan klarifikasi
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lucky Aditya (Malang)

VIVA – Tim Medik Rumah Sakit Saiful Anwar Kota Malang Jawa Timur menyelidiki dugaan transplantasi ginjal ilegal di rumah sakit tersebut kepada Ita Diana (41) sebagai pendonor dan Erwin Susilo selaku penerima ginjal.

Hujan Deras, Seorang Ibu Tewas Tertimpa Tembok Kecamatan di Malang

"Yang akan kami lakukan apakah tim yang melakukan sesuai dengan profesinya, apakah etika dan disiplin sudah dilakukan. Kami akan secepat mungkin menyelesaikannya," kata Ketua Komite Medik RSSA, Istan Ilmansyah, Jumat, 22 Desember 2017.

Istan menyebutkan, jika dalam penyelidikan ditemukan indikasi kesalahan prosedur, dokter Atma Gunawan selaku ketua tim Transplantasi akan diberi sanksi. Mulai dinonaktifkan hingga dikembalikan ke Gubernur Jawa Timur. "Kalau tidak melakukan etika dan disiplin profesi sesuai ketentuan bisa di non-aktifkan sampai dikembalikan ke gubernur," ujar Istan.

Klaster Keluarga dan Sekolah Pemicu COVID-19 Melonjak di Kota Malang

Menurut Istan, Komite Medik sudah dibentuk dan sudah bekerja untuk melakukan audit internal secara objektif. Dia menjelaskan, direktur RSSA membolehkan transplantasi ginjal dengan mengacu pada Permenkes Nomor 38 Tahun 2016.

"Proses transplantasi ginjal harus dilakukan secara institusional. Semua itu, mengacu pada Permenkes Nomor 38 Tahun 2016 dan SOP yang berlaku di RSSA," kata Istan.

Viral Haikal Hassan Diusir di Malang, Diminta Ceramah di Padang Pasir

Perkara ini berawal ketika Ita terlilit utang di sebuah koperasi lantaran bisnisnya terpuruk. Karena putus asa, ia pun nekat menawarkan ginjalnya dan direspons oleh seorang pria bernama Erwin Susilo. Sosok Erwin dikenalnya dari seorang pegawai rumah sakit dan dokter di RS Saiful Anwar Kota Malang.

Singkatnya, keduanya pun sepakat ginjal Ita dihargai Rp350 juta sesuai utangnya. Namun, kesepakatan itu tanpa ada perjanjian di atas kertas. Setelah ginjal diangkat, Ita tak diberi uang sesuai kesepakatan. Ita mengaku hanya diberi uang Rp70 juta, lalu dua bulan berikutnya Rp2,5 juta dan terakhir Rp1,5 juta.

"Apakah rumah sakit bertanggung jawab atau tidak atas perjanjian itu saya tidak Paham. Yang jelas masalah jual beli di luar rumah sakit dan susah diawasi," ujar Instan. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya