Polisi Telisik RS Malang Terlibat Cangkok Ilegal Ginjal

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Polres Kota Malang, Inspektur Polisi Dua Ni Made Seruni Marhaeni.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA – Polisi sedang menelisik dugaan keterlibatan Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang dalam kasus pencangkokan atau transplantasi ilegal ginjal dengan pendonor Ita Diana dan penerima Erwin Susilo.

Kondisi Terkini Pasien Pasca Operasi Transplantasi Ginjal Perdana oleh RSUP Fatmawati

Dugaan itu berdasarkan penyelidikan polisi yang ditemukan keterangan bahwa Ita Diana sebagai pendonor ginjal sesungguhnya ditawari untuk mendonor, bukan dia yang menawarkan diri.

Menurut polisi, mulanya Ita Diana bertemu seorang perawat di RSSA lalu dia dimintai nomor telepon untuk dihubungi oleh seorang dokter yang disebut bernama Rifai.

RSUP Fatmawati Perdana Lakukan Transplantasi Ginjal, Usia Pasiennya Masih 20 Tahun

"Dokter Rifai menjelaskan ke Ita bahwa nanti ada yang beli ginjal. Saat ini polisi berusaha menyelesaikan penyelidikan masing-masing saksi," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Polres Kota Malang, Inspektur Polisi Dua Ni Made Seruni Marhaeni, pada Rabu, 27 Desember 2017.

Penyidik polisi masih memeriksa Ninik, istri Erwin Susilo, atas dugaan jual-beli ginjal itu. Dia diperiksa sejak 24 Desember sampai sekarang. Polisi memerlukan keterangan darinya tentang kronologi jual-beli ginjal seharga Rp350 juta yang dijanjikan Erwin kepada Ita.

Perlu Tahu, Ini Syarat untuk Jalani Transplantasi Ginjal

Polisi segera memanggil ketua tim transplantasi ginjal pada RSSA Kota Malang, dr Atma Gunawan, dan direktur utama rumah sakit itu, Anwar Restu Kurnia. "Ketua tim transplantasi dan Dirut pasti dipanggil, surat akan segera dikirim," ujar Marhaeni.

Perkara ini berawal ketika Ita terlilit utang di sebuah koperasi setelah bisnisnya terpuruk. Dia putus asa dan nekat menawarkan ginjalnya, lalu direspons oleh seorang pria bernama Erwin Susilo. Erwin dikenalnya dari seorang pegawai rumah sakit dan dokter di RS Saiful Anwar Kota Malang.

Singkatnya, mereka bersepakat ginjal Ita dihargai Rp350 juta sesuai utangnya. Namun kesepakatan itu tanpa ada perjanjian di atas kertas. Setelah ginjal diangkat, Ita tak diberi uang sesuai kesepakatan. Ita mengaku hanya diberi uang Rp70 juta, lalu dua bulan berikutnya Rp2,5 juta dan terakhir Rp1,5 juta.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya