Fahri Hamzah Samakan Jokowi dengan Penjajah

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA - Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden masuk dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang digodok di DPR. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menjelaskan pasal itu warisan penjajahan pemerintah kolonial Belanda yang tak perlu diikuti lagi.

Bocoran Hasil Pertemuan Jokowi dengan Prabowo-Gibran di Istana

"Soal pasal penghinaan presiden sebetulnya ini adalah pasal peninggalan Belanda, yang ditujukan untuk penghinaan kepada pemimpin-pemimpin kolonial, ratu Belanda, gubernur jenderal dan lain-lain," kata Fahri, Senayan, Jakarta, Rabu, 7 Februari 2018.

Menurut Fahri, pasal itu sendiri bahkan tidak digunakan di negeri Belanda saat itu. Jika pasal ini kembali aktif, Fahri menyamakan Presiden Joko Widodo seperti penjajah Belanda.

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Temui Presiden Jokowi di Istana

"Pasal ini memang digunakan bukan di Belanda, tapi di negara-negara jajahan. Jadi kalau pasal ini hidup itu, sama dengan presiden itu menganggap dirinya penjajah dan rakyat itu yang dijajah," ujar dia.

Fahri menilai penggunaan pasal ini kembali merupakan kemunduran yang besar. Dia berharap Presiden Jokowi bisa menyadari ini dan meminta pengusulan pasal ini dihentikan.

Kata Istana soal Kabar Jokowi Bakal Anugerahkan Satyalencana ke Gibran dan Bobby

"Karena itu harus dihentikan. Karena ini memutarbalik jarum jam peradaban demokrasi kita jauh ke belakang. Mudah-murahan Pak Jokowi paham bahwa ini kesalahan yang fatal," kata Fahri.

Diketahui, fraksi-fraksi pendukung pemerintah tetap bersikeras mempertahankan pasal penghinaan pada presiden dan wakil presiden ini. Anggota Panja RUU KUHP fraksi Nasdem, Taufiqulhadi mengklaim, semua fraksi pemerintah setuju.

Taufiq menjelaskan, pasal penghinaan presiden tak ditujukan untuk melindungi Presiden Joko Widodo. Sebab, RUU ini baru efektif dua tahun setelah disahkan.

"Kepala negara itu dia simbol negara. Dia dipilih rakyat Indonesia. Kita menghargai pilihan rakyat, sama saja menghargai rakyat Indonesia. Kalau di negara lain, seperti Thailand, anjing raja saja tidak boleh ditendang," kata Taufiq di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 7 Februari 2018.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya