Deddy Soal Kaos Ganti Presiden: Pemimpin Butuh Kepekaan

Pasangan calon gubernur dan wagub Jawa Barat nomor urut empat Deddy Mizwar (kiri)-Dedi Mulyadi (kanan)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA - Calon Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar, menilai keliru dengan adanya aksi angkat kaus #2019GantiPresiden oleh pasangan dari Partai Gerindra, PKS, dan PAN Sudrajat-Ahmad Syaikhu, saat debat Pilgub Jabar putaran dua.

Syaikhu Bicara Peluang PKS Gabung dengan Pemerintahan Prabowo-Gibran

Menurutnya, akibat aksi tersebut suasana kondusif debat terganggu dan menciptakan massa pendukung calon yang kontra rusuh. Karena itu, pihaknya mendukung Bawaslu memberikan teguran terhadap pasangan Asyik.

Deddy mengatakan, seharusnya paslon berlatar jenderal dan wakil wali kota itu memahami psikologis massa debat, walaupun sikap ganti presiden merupakan aspirasi masyarakat Jawa Barat.

Presiden PKS: Kami Belum Dapat Pasangan Ajukan Hak Angket

"Terserah Bawaslu lah, kan rusuh. Ada hal-hal yang mungkin benar, tetapi di tempat dan waktu yang salah. Perlu kearifan, perlu kepekaan, dan psikologi massa," katanya.

Menurutnya, sudah seharusnya figur pemimpin memiliki kepekaan terhadap kondisi masyarakat dalam ajang tertentu. Terlebih, pada saat debat, massa pendukung Jokowi bersebelahan dengan massa pendukung paslon Asyik.

Presiden PKS: Saatnya Pak Anies Mendukung Kader PKS untuk Maju di Pilkada DKI

"Pemimpin membutuhkan kepekaan sosial, ya kan bukan pilpres. Benar-benar saja pendapat, ideologi atau langkah politik, tapi di tempat yang keliru," katanya.

Lanjut Deddy, semua pihak yang terlibat dalam debat Pilgub Jabar, agar mencegah potensi-potensi tersebut tidak terulang pada putaran tiga. "Makanya perlu peka, sehingga kalau pemimpin tidak punya itu sangat sulit, akan terjadi gonjang-ganjing terus," katanya.

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat menyatakan pasangan calon gubernur-wakil gubernur yang diusung Gerindra, PKS dan PAN, Mayjend (purn) Sudrajat-Ahmad Syaiku bersalah dalam debat putaran kedua Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2018.

"Apa yang dilakukan itu sudah melanggar peraturan KPU tentang kampanye dan melanggar tata tertib debat. Bahwa dalam forum tersebut tidak boleh membawa atribut diluar atribut dari yang sudah disepakati atau ditetapkan KPU," tegas Ketua Bawaslu Jawa Barat, Harminus Koto, seusai gelar perkara di Bandung, Rabu 16 Mei 2018.

Menurutnya, kaus ganti presiden yang dibawa saat debat hingga mengakibatkan suasana nyaris bentrok antara pendukung Jokowi, harusnya tidak dilakukan karena bukan perangkat kampanye yang disetujui hasil rapat penyelenggara dan masing-masing tim kampanye.

"Pemilihan presiden belum ada tahapannya, ini Pilgub Jabar. Ini mau jadi presiden atau mau jadi gubernur. Kita atur nanti tata tertibnya, kita tambah lagi agar kejadian kemarin tidak terulang," katanya.

Aksi nyaris adu jotos itu bermula dari akhir pernyataan yang disampaikan pasangan calon nomor urut tiga, Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik).
         
Saat itu, Sudrajat menyatakan jika pihaknya terpilih maka pada 2019 akan terwujud slogan ganti presiden. Pernyataan tersebut disambut wakilnya, Syaikhu yang langsung mengeluarkan kaus bertuliskan #2019GantiPresiden.

Tak ayal, aksi tersebut mengundang reaksi keras masa pendukung pasangan nomor urut dua, Tubagus Hasanuddin dan Anton Charliyan, atau yang disebut dengan paslon Hasanah. Imbas dari aksi tersebut, membuat pasangan nomor urut empat, yaitu Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi terhalang untuk menyampaikan closing statement.

Simpatisan yang mulai ribut, akhirnya membuat istri Deddy Mizwar, sempat terduduk lemas di tangga panggung. Dia menangis dirangkul sang suami. Pihak penyelenggara yang berupaya menenangkan emosi massa pun sempat tampak kewalahan.

Sementara itu, para istri pasangan calon lainnya bergegas diselamatkan petugas untuk meninggalkan ruang arena debat. "Sudah tenang. Kita selesaikan nanti. Jangan terpancing," kata TB Hasanuddin atau yang biasa disebut Kang Hasan menenangkan massa pendukungnya.

Kondisi ini sempat membuat sejumlah aparat kewalahan. Namun, setelah mendengar arahan Kang Hasan, massa pendukung dari PDIP pun akhirnya membubarkan diri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya