UU Antiterorisme yang Baru Lebih Detail Atur Hak Korban

Personel kepolisian mengangkat peti jenazah almarhum Aiptu Martua Sigalingging, korban serangan teroris di Mapolda Sumut, 25 Juni 2017.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Septianda Perdana

VIVA – Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme baru disahkan menjadi undang-undang hari ini. Di dalamnya ada pasal-pasal yang mengatur lebih komprehensif soal perlindungan terhadap korban tindak pidana terorisme. Setidaknya terdapat lima pasal yang disisipkan maupun diubah.

Bantu Perangi Terorisme di Afrika, Adakah Niat Terselubung Amerika?

Ketua Pansus Revisi UU Antiterorisme, Muhammad Syafii, mengatakan, ada penambahan ketentuan mengenai perlindungan korban aksi terorisme secara komprehensif. Di antaranya dijelaskan melalui definisi, ruang lingkup korban, dan pemberian hak-hak korban.

"Pemberian hak-hak korban di UU sebelumnya hanya mengatur mengenai kompensasi dan restitusi saja, kini telah mengatur pemberian hak korban," kata Syafi'i di gedung DPR, Jakarta, Jumat 25 Mei 2018.

Pemkab Tangerang Benarkan PNS Mereka Ditangkap Densus

Ia melanjutkan, hak korban teroris di antaranya berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan pemberian kompensasi. Hak korban juga berlaku bagi korban yang terkena serangan sebelum UU ini disahkan.

"Mengatur pemberian hak bagi korban yang mengalami penderitaan sebelum revisi UU ini disahkan," kata Syafii.

IDI Sukoharjo Minta Kasus Sunardi Tak Dikaitan dengan Profesi Dokter

Isi pasal perlindungan terhadap korban aksi kejam terorisme:

BAB VI

Perlindungan terhadap Korban

Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 35A dan Pasal 35B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 35A

(1) Korban merupakan tanggung jawab negara.
(2) Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Korban langsung; atau
b. Korban tidak langsung.
c. Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penyidik berdasarkan hasil olah tempat kejadian Tindak Pidana Terorisme.
(4) Bentuk tanggung jawab negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. bantuan medis;
b. rehabilitasi psikososial dan psikologis;
c. santunan bagi keluarga dalam hal korban meninggal dunia; dan
kompensasi.

Pasal 35B
(1) Pemberian bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis, serta santunan bagi yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (4) huruf a sampai dengan huruf c dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan saksi dan korban serta dapat bekerja sama dengan instansi/lembaga terkait. 
(2) Bantuan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesaat setelah terjadinya tindak pidana terorisme.
(3) Tata cara pemberian bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis, serta santunan bagi yang meninggal dunia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 36
(1) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (4) huruf d diberikan kepada korban atau ahli warisnya. 
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembiayaannya dibebankan kepada negara.  
(3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh korban, keluarga, atau ahli warisnya melalui lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan saksi dan korban dimulai sejak saat penyidikan.
(4) Dalam hal korban, keluarga, atau ahli warisnya tidak mengajukan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kompensasi diajukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan saksi dan korban.
(5) Penuntut umum menyampaikan jumlah kompensasi berdasarkan jumlah kerugian yang diderita korban akibat tindak pidana terorisme dalam tuntutan.
(6) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan. 
(7) Dalam hal korban belum berumur 18 tahun dan tidak di bawah pengampunan, kompensasi dititipkan kepada lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan saksi dan korban.
(8) Dalam hal pelaku dinyatakan bebas berdasarkan putusan pengadilan, kompensasi kepada korban tetap diberikan. 
(9) Dalam hal pelaku tindak pidana terorisme meninggal dunia atau tidak ditemukan siapa pelakunya, korban dapat diberikan kompensasi berdasarkan penetapan pengadilan.
(10) Pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan saksi dan korban.

Di antara Pasal 36 dan Pasal 37 disisipkan dua pasal yakni Pasal 36A dan Pasal 36B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 36A
(1) Korban berhak mendapatkan restitusi.
(2) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli warisnya.
(3) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh korban atau ahli warisnya kepada penyidik sejak tahap penyidikan.
(4) Penuntut umum menyampaikan jumlah restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan jumlah kerugian yang diderita korban akibat tindak pidana terorisme dalam tuntutan.
(5) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.
(6) Dalam hal pelaku tidak membayar restitusi, pelaku dikenai pidana penjara pengganti paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya