PPP Tolak Pelaku Cabul LGBT Hanya di Penjelasan Pasal RKUHP

Sekjen PPP, Arsul Sani.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Moh. Nadlir

VIVA – Partai Persatuan Pembangunan menyoroti beberapa pasal reformulasi dalam Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang selama ini memang belum final dibahas, terutama pasal tentang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Sekolah Ini Singkirkan 300-an Buku yang Memuat Konten LGBT

"Terkait dengan pasal perbuatan cabul sesama jenis atau oleh kaum LGBT, pemerintah bukan menghapus pasal tersebut, tetapi mereformulasi rumusan pasalnya dengan menempatkan kata sesama jenis atau berlainan/lawan jenis dalam penjelasan," kata Sekretaris Jenderal PPP, Arsul Sani, melalui siaran pers yang diterima VIVA pada Minggu, 3 Juni 2018.

Jadi, kata anggota Komisi III DPR RI ini, dengan mereformulasi pasal LGBT, perbuatan cabul oleh dan terhadap sesama jenis tetap akan dapat dipidana. PPP tidak akan menerima kalau unsur sesama jenis maupun berlawanan jenis itu hanya masuk di penjelasan. 

Selangkah Lagi Thailand Sahkan UU Pernikahan Sesama Jenis

“Posisi PPP adalah bahwa unsur itu harus masuk dalam rumusan pasal, sehingga memberi pesan tegas kepada publik bahwa hukum pidana Indonesia melarang perbuatan cabul," katanya.

Perbuatan itu pun tidak hanya oleh dan terhadap mereka yang berlainan jenis, tetapi juga ketika dilakukan oleh dan terhadap sesama jenis jenis atau yang pelakunya LGBT.

7 Kedekatan Cristiano Ronaldo dengan Islam, No 5 Enggak Nyangka Banget

Pasal LGBT bukan kriminalisasi terhadap orang karena status LGBT-nya, tetapi karena perbuatan cabulnya. "Jadi laki-laki atau perempuan baik yang normal atau yang LGBT hanya dipidana kalau melakukan perbuatan cabul," katanya.

Namun, dia mengakui bahwa PPP bisa menerima, bahkan menyambut baik reformulasi pasal penghinaan presiden. "Di mana pasal ini diubah dari delik biasa menjadi delik aduan, sehingga hanya bisa diproses hukum jika presiden atau kuasanya mengadu kepada polisi," ujarnya.

Perubahan pasal penghinaan presiden ini akan mencegah potensi kriminalisasi yang luas akibat penegak hukum menafsirkan penghinaan sesuai pikirannya sendiri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya