Capres-Cawapres Minim Gagasan, Parpol Dianggap Biangnya

Ilustrasi Rekapitulasi Suara Pemilu Legislatif Nasional 2014
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Pakar ilmu politik pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, mengkritik gejala politik akhir-akhir ini yang cenderung minim gagasan atau visi dan misi serta program.

Ketum Granat: Partai Jangan Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada

Hampir semua wacana politik, menurut Zuhro, terutama menjelang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2019, didominasi hanya paparan angka statistik seputar popularitas dan elektabilitas calon presiden maupun calon wakil presiden. Hampir tak ada yang mengajukan gagasan baru atau program.

Zuhro menganggap gejala buruk itu bersumber pada kapasitas dan kualitas partai politik, yang hanya mengutamakan kepentingan sesaat menang atau kalah dalam pemilu. "Sumber masalah demokrasi ada di partai politik," katanya kepada VIVA pada Kamis malam, 19 Juli 2019.

Siap-siap Gaduh Gara-gara Reshuffle Kabinet

Demokrasi yang baik, kata Zuhro, mensyaratkan keberadaan partai politik yang sehat pula. Partai berkualitas dan menjalankan fungsinya dengan benar akan berpengaruh positif terhadap demokrasi. "Sebaliknya, bila parpol tidak berfungsi efektif sebagai pilar penting demokrasi dan aset negara, maka akan berdampak negatif terhadap demokratisasi."

Kritik Zuhro itu selaras dengan penilaian pemerhati politik Rocky Gerung. Rocky mencela fenomena politik akhir-akhir ini yang kian minim ide dan gagasan. Politik, katanya, belakangan malah berkembang seolah hanya angka-angka statistik seputar popularitas dan elektabilitas hasil riset lembaga survei.

Ketua Jokowi Mania Masuk Partai Golkar?

Peneliti pada Perhimpunan Pendidikan Demokrasi dan Akademisi itu mencontohkan forum-forum diskusi politik di Jakarta yang selalu hanya paparan statistik popularitas dan elektabilitas. Diskusi politik yang lebih esensial dari itu, terutama gagasan-gagasan baru tentang sistem politik dan pemerintahan atau kepemimpinan, nyaris tak ada lagi.

"Setiap kali kita masuk diskusi politik di Jakarta, selalu berkaitan dengan elektabilitas, sesuatu yang kuantitatif," kata Rocky dalam sebuah forum diskusi bertajuk Gerakan Rasional Indonesia di kota Padang pada Senin, 9 Juli.

Masyarakat, kata Rocky, kini dipaksa untuk melihat angka popularitas dan elektabilitas itu, alih-alih diajak untuk melihat nilai dan gagasan politik. Maka, tidak heran jika sekarang banyak yang buta huruf terhadap ide dan gagasan. Padahal politik sebetulnya berkaitan dengan ide serta gagasan, bukan semata bicara soal angka. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya