Kiprah Kiai NU yang Gagal dalam Pilpres Langsung di Indonesia

KH Maimun Zubair, Ma'ruf Amin, dan Presiden Joko Widodo.
Sumber :
  • PPP

VIVA - Presiden Joko Widodo dalam usahanya mempertahankan kekuasaan memilih tokoh sentral Nahdlatul Ulama, Ma'ruf Amin, sebagai calon wakil presiden. Saat ini, Ma'ruf yang secara usia sudah sepuh, 75 tahun, mengemban amanah sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, dan menjabat di struktural Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagai Ketua Rais 'Aam.

GP Ansor Ungkap Makna Gowes 90 KM, Simbol Perjuangan Menuju Indonesia Emas 2045

"Prof Ma’ruf Amin lahir di Tangerang 1943 adalah sosok utuh sebagai tokoh agama yang bijaksana. Beliau pernah duduk di legislatif sebagai anggota DPR RI, MPR RI, Wantimpres, Rais Aam PBNU dan juga Ketua MUI. Dalam kaitannya dengan kebhinekaan, Prof Ma’ruf Amin menjabat sebagai Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila," ujar Jokowi saat menyampaikan alasan memilih Maruf sebagai cawapres.

"Kami saling melengkapi. Nasionalis religius," lanjut Jokowi.

Pendeta Gilbert Olok-olok Salat dan Zakat, PBNU: Kami Umat Islam Diajarkan untuk Menahan Emosi

Dalam sejarah pemilihan presiden secara langsung di Indonesia, Ma'ruf bukanlah kiai NU pertama yang maju khususnya sebagai cawapres. Sudah ada tokoh-tokoh besar lainnya yang lebih dahulu berpartisipasi.

Pilpres langsung di negeri ini dimulai pada 2004. Saat itu, ada dua tokoh NU yang menjadi cawapres yaitu Salahuddin Wahid, dan Hasyim Muzadi. Sedangkan Hamzah Haz tampil sebagai capres berpasangan dengan Agum Gumelar.

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor yang Jadi Tersangka Korupsi Pemotongan Insentif

Salahuddin merupakan putra dari pasangan K.H. Wahid Hasyim, adik kandung Abdurrahman Wahid, dan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama Hasyim Asy'ari. Saat ini menjadi pengurus Pondok Pesantren Tebuireng.

Sedangkan Hasyim saat maju sebagai cawapres tercatat sebagai Ketua Umum PBNU. Sementara itu, Hamzah Haz pernah menjadi Wakil Ketua DPW Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat, dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan.

Salahuddin yang akrab disapa Gus Solah itu menjadi cawapres Wiranto yang diusung Partai Golkar. Kemudian Hasyim menjadi cawapres Megawati Soekarnoputri yang disokong Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Namun, dua pasangan itu akhirnya kalah. Pasangan Wiranto-Salahuddin bahkan tidak lolos ke putaran kedua. Sedangkan Megawati-Hasyim bisa melangkah ke putaran kedua, namun kalah dengan Susilo Bambang Yudhoyono yang berpasangan dengan Jusuf Kalla yang didukung Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.

Pada Pilpres 2009, kiai NU tidak turut tampil sebagai capres atau cawapres. Mereka yang maju adalah SBY-Boediono, Megawati-Prabowo, dan Jusuf Kalla-Wiranto. Pada kontestasi itu, SBY-Boediono keluar sebagai pemenang.

Sedangkan pada Pilpres 2014, pesertanya hanya dua pasang calon yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dan Jokowi-Jusuf Kalla yang kemudian memenangkan kontestasi. Dalam pilpres itu juga tidak ada kiai NU yang menjadi capres atau cawapres.

Bila ditarik lebih ke belakang, sosok kiai NU yang mampu memenangkan pertarungan dalam pemilihan presiden adalah Abdurrahman Wahid. Tokoh yang akrab disapa Gus Dur itu dilantik sebagai presiden pada 1999 berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri. Namun, saat itu, proses pemilihan masih dilakukan secara tidak langsung melalui sidang istimewa MPR.

Selain itu juga ada Hamzah Haz. Dia menjadi wakil presiden dari Megawati Soekarnoputri pada 2001-2004. Namun sama dengan Gus Dur, Hamzah terpilih melalui mekanisme pemilihan tidak langsung di MPR. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya