Plus Minus Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi

Jokowi dan Ma'aruf Amin
Sumber :
  • ANTARA Foto/Puspa Perwitasari

VIVA - Pemilihan Presiden 2019 hampir bisa dipastikan diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Mereka adalah Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.

Rektor Pakuan: Klaim Menang Pilpres 2019 Agar Disikapi Hati-hati

Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Adi Prayitno mengungkapkan Ma'ruf punya banyak kelebihan antara lain, merepresentasikan tokoh ulama Islam, yang memiliki warna Islam yang cukup kentara.

"Sisi lemah yang tidak dimiliki Jokowi," kata Adi saat dihubungi VIVA, Jumat, 10 Agustus 2018.

PKB Mengadu ke KPU Lamongan

Selain itu, Adi melihat Ma'ruf juga punya pengalaman politik yang cukup panjang, dari anggota DPRD, DPR, sampai MPR. Pernah aktif di Partai Persatuan Pembangunan, dan juga Partai Kebangkitan Bangsa.

"Ketika Ma'ruf Amin dipilih semua partai politik, semua bahagia. Peluk-pelukan, puas, plong," kata Adi.

Duh, Kantor Jurdil2019.org Diintai Orang Tak Dikenal

Sedangkan kelebihan Jokowi tentu saja adalah posisinya yang merupakan calon presiden petahana. Sementara, Adi melihat Ma'ruf memiliki setidaknya dua kelemahan yaitu elektabilitas dan usia yang sudah sepuh.

"Elektabiitas cukup rendah. Banyak teman-teman dari lembaga survei tidak menyertakan nama Kiai Ma'ruf. Beliau tidak masuk dalam radar survei," ujarnya.

Menurut Adi, pemilihan Ma'ruf itu bagian dari upaya kubu Jokowi dalam mengantsipasi isu Islamisme dan menguatnya politik identitas. Mereka tidak melihat sisi elektabilitas.

"Masalah elektabilitas ini nanti bisa diatasi dengan memanfaatkan momentum kampanye. Tapi tetap itu bukan perkara gampang," kata dia.

Kedua adalah umur. Adi mengatakan slogan yang disampaikan Jokowi adalah soal kerja dan citra yang dibangun adalah Indonesia kerja. Di tengah upayanya melanjutkan kabinet kerja jilid dua, dipilihnya Ma'ruf memiliki kendala umur.

"Ini kendala alamiah. Siapapun, bukan hanya Kiai Ma'ruf. Apalagi Pak Jokowi suka blusukan butuh stamina. Jadi cukup mengkhawatirkan," ujarnya.

Prabowo-Sandi

Adi melihat pasangan ini memiliki banyak kelemahan. Pertama, keduanya berasal dari parpol yang sama. Hal ini menurutnya membuat PKS dan PAN tidak nyaman meskipun akhirnya menerima.

"Ada sesuatu yang belum selesai. Persepsi publik hambar karena capres dan cawapresnya berasal dari parpol yang sama.. Padahal mereka butuh figur alternatif," kata dia.

Kelemahan kedua adalah elektabilitas Sandi. Selama ini, nama Wakil Gubernur DKI Jakarta itu tidak pernah muncul sebagai calon wakil presiden.

"Seakan-akan ini Prabowo ingin sapu bersih dan tidak memberi kesempatan pada PKS atau PAN. Sedangkan ada Zulhas (Zulkifli Hasan), Aher (Ahmad Heryawan)," tuturnya.

Adi mengatakan kondisi itu membuat masyarakat menilai pemilihan Sandi memang tidak berdasarkan aspek elektabilitas tapi logistik. Opini itu dengan sendirinya seolah mengonfirmasi tudingan politisi Partai Demokrat Andi Arief soal jenderal kardus.

"Meskipun sudah dibantah, ada aroma tidak sedap. Kinerja dia di Jakarta juga jadi sorotan," lanjutnya.

Ketiga, Adi berpendapat Sandi tidak memiliki warna keislaman seperti Ma'ruf Amin. Meskipun belakangan, Sandi diklaim sebagai santri post Islamisme.

Meskipun demikian, Adi tidak memungkiri bila Sandi tetap memiliki kelebihan. Salah satu yang paling menonjol adalah pengetahuan dan pengalamannya di bidang ekonomi.

Dia melihat hal itu sebagai situasi yang positif. Apalagi, dalam pidato saat deklarasi Sandi dan para tokoh pendukungnya tidak menjadikan isu agama sebagai bahan jualan.

"Mereka lebih membicarakan soal sisi lemah ekonomi pemerintahan. Telur mahal, beras mahal, impor cabe, itu yang mereka kapitalisasi. Sandi lekat dengan program OK Oce, DP rumah nol rupiah," katanya.

Selain itu, kubu Prabowo juga menyoroti soal penegakan hukum. Misalnya saat menyinggung soal kasus Novel Baswedan. Dengan demikian, Adi yakin kontestasi pada Pemilu 2019 ini tidak akan sekeras 2014 dan 2017 saat Pilkada DKI Jakarta.

"Mereka sudah meninggalkan jargon-jargon Islam," kata Adi.

Selain itu, pertarungan politik yang cukup teduh juga bisa dilihat dari akrabnya Jokowi dan Prabowo setelah Pilpres 2014. Kemudian seringnya Prabowo berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar Jokowi seperti Luhut Pandjaitan, dan Puan Maharani.

"Saat mendaftar tadi, Jokowi memuji Prabowo-Sandi, dan mengucapkan selamat, menyatakan demokrasi bukan perang. Prabowo juga menyebut Ma'ruf sebagai ayahanda. Ini langkah politik yang baik," katanya.

Tak hanya itu, Adi tidak yakin para pendukung Prabowo-Sandi dalam prosesnya akan mem-bully Kiai Ma'ruf. Paling jauh, mereka akan mengkritik dan memberi tahu kesalahan sang kiai bila memang melakukan kesalahan.

Terkait dengan siapa yang paling berpeluang menang pada 2019, Adi menilai Jokowi-Ma'ruf di atas kertas masih di atas, setidaknya dari sisi elektabilitas dan dukungan partai. Meskipun, dia mengakui politik cair.

"Cairnya politik ada barometer yang bisa diukur. Minimal, kalau tidak percaya hasil survei adalah dukungan partai dan kecenderungan elektabilitas. Kalau tidak ada hujan, tidak ada badai, Jokowi-Ma'ruf yang akan menang," tuturnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya