Caleg Nasdem 'Sukses' Ceramah Antikorupsi di Kampus Unair

Caleg Nasdem Maruli Hutagalung mengisi seminar di kampus Unair
Sumber :

VIVA – Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Maruli Hutagalung, membakar semangat mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya untuk memerangi praktik korupsi dalam seminar pemberantasan korupsi yang digelar Asian Law Student Association di kampus Fakultas Hukum Unair, Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis, 18 Oktober 2018.

Diduga Ada Penggelembungan Suara, Caleg Golkar Sarim Saefudin Cari Keadilan

Selain Maruli, seminar ini juga dihadiri politikus Nasdem Taufiqulhadi, Kepala Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang, dan dosen Unair.

Maruli sebelumnya dikenal garang terhadap koruptor. Saat menjabat sebagai Kajati Jatim, dia kerap menahan tersangka korupsi. Dia sendiri mengaku hobi menahan koruptor, bahkan mengaku nyenyak tidur sehabis menahan tersangka kasus korupsi.

Heboh! Verrell Bramasta Unggah Momen Hari Raya Idul Fitri Bersama Putri Zulkifli Hasan

Saat ini, dia maju sebagai calon legislatif DPR RI Dapil Jatim 1 dari Nasdem. Dia menyebut spirit memerangi korupsi melandasi pencalegannya.

"Kita prihatin karena korupsi yang makin masif ini rupanya menggerus integritas publik secara umum, bukan hanya dari sisi pelaku korupsinya. Indeks Perilaku Anti-Korupsi di Indonesia makin menurun, yang menunjukkan ada potensi masyarakat kita makin permisif terhadap korupsi. Ini bahaya," kata Maruli.

Rayakan Idulfitri, Aktor Verrell Bramasta Ajak Ibunda Venna Melinda ke Jepang 

Dia menjelaskan, Indeks Perilaku Anti-Korupsi atau IPAK menunjukkan tren menurun. Pada 2017, sebesar 3,71 dan tahun ini turun menjadi 3,66. IPAK adalah hasil riset BPS dengan ukuran bila mendekati angka 5, maka masyarakat semakin antikorupsi. Sebaliknya, jika makin mendekati angka 0, maka masyarakat makin permisif terhadap korupsi.

Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch, terang Maruli, enam bulan pertama tahun 2018 kerugian negara akibat perkara korupsi menembus angka Rp1,09 triliun, dari 139 kasus korupsi yang terungkap dengan 351 tersangka. Kasus-kasus itu membentang dari kementerian sampai tingkat kabupaten/kota.

Maruli menilai, korupsi marak karena belum optimalnya tiga pendekatan, yaitu hukum, ekonomi, dan moral. "Pencegahan korupsi juga masih jargon, karena belum berfokus pada perbaikan sistem hukum, ekonomi, kelembagaan, dan perbaikan SDM," ujar Maruli yang berperan mengembalikan aset Rp200 miliar milik Pemkot Surabaya yang telah puluhan tahun raib dikuasai swasta.

Budaya korupsi, sambung Maruli, makin masif karena iklim politik yang masih berbiaya tinggi. Perilaku membeli suara masih banyak terjadi, sehingga membuat kandidat politik berupaya mengembalikan modal saat terpilih menjadi eksekutif maupun legislatif.

"Dalam hal ini, masyarakat perlu tegas untuk menolak kandidat yang melakukan money politics. Kalau mau Indonesia bersih, ya tolak money politics, karena hulu korupsi salah satunya datang dari sana. Caleg atau calon kepala daerah harus mengembalikan modal kampanye, belum lagi kalau ternyata modalnya hasil utang atau menggadaikan rumah mertua," kata Maruli disambut tawa ratusan mahasiswa.

Dalam situasi korupsi yang makin marak, sambung Maruli, pemberantasan korupsi harus dilakukan semakin tersistematis dan berani tanpa pandang bulu. "Orang pintar itu banyak, tapi yang berani bisa dihitung jari. Sebagus apa pun undang-undang atau peraturan, jika aparatnya tidak punya keberanian, ya percuma," ujar mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung itu.

Kepada mahasiswa, Maruli mengingatkan tentang bahayanya korupsi. "Harus sadar dan bertekad, bergerak menjadi generasi antikorupsi. Jangan cuma nongkrong dan pacaran. Ayo tanam perilaku disiplin antikorupsi dari diri sendiri. Mulai dari hal kecil, misalnya jangan mencontek, jangan copy-paste tugas kuliah, jangan bohongi orang tua soal uang jajan," ujar Maruli.

Fenomena caleg mengisi seminar di kampus lembaga pendidikan tinggi ini sebelumnya sempat menuai kontroversi. Menyusul pembatalan seminar yang dihadiri Caleg Gerindra yang juga mantan Menteri ESDM Sudirman Said dan Ferry Mursyidan tentang Kepemimpinan Milenial oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM).

Pihak Fakultas Peternakan UGM berdalih tidak pernah membatalkan seminar, hanya tidak mengizinkan penggunaan ruangan untuk seminar tersebut. Pihak fakultas mengatakan panitia seminar bukan organisasi intra kampus, lagipula panitia juga tidak mematuhi prosedur penggunaan ruangan untuk kegiatan di luar organisasi resmi kampus.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan meminta para peserta pemilu dan tim suksesnya untuk menghormati Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Aturan tersebut, mengatur soal larangan berkampanye di lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren.

Dalam kasus Sudirman Said dan Ferry Musyidan, Wahyu mengingatkan bahwa keduanya datang ke UGM bukan otonom, tetapi melekat juga sebagai tim kampanye nasional Prabowo-Sandi. Walaupun topik yang dibahas belum tentu materi kampanye, publik tetap saja sulit membedakan kapan mereka sebagai akademisi dan kapan sebagai tim kampanye. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya