Andi Arief disebut Berhalusinasi Samakan Jokowi dengan Soeharto

Supriyanto, salah satu eksponen gerakan mahasiswa prodemokrasi 1998
Sumber :
  • VIVA/Daru Waskita

VIVA – Kicauan Wakil Sekretaris Partai Demokrat, Andi Arief, yang menyamakan Presiden Joko Widodo dengan Presiden RI kedua almarhum Soeharto mendapat respons dari eksponen gerakan mahasiswa prodemokrasi 1998 yang turut menurunkan pemerintahan Soeharto.
 
Supriyanto, salah satu eksponen gerakan mahasiswa prodemokrasi 98, mengatakan pernyataan Andi Arief yang menyamakan Presiden Jokowi dengan Presiden RI kedua almarhum HM Soeharto merupakan halusinasi.

Andi Arief Prediksi Nol Persen Kemungkinan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Menang di MK

"Pernyataan Andi Arief yang menyamakan Jokowi dengan Soeharto karena memobilisasi dukungan kepala daerah dengan ancaman hukum itu tidak relevan. Andi Arief sepertinya berhalusinasi," ujar Antok panggilan Supriyanto ketika ditemui di Rumah RODE 610 Kota Yogyakarta, Selasa 20 November 2018.

Karena faktanya, banyak kepala daerah pendukung Jokowi juga diciduk oleh KPK. Artinya eksekutif tidak bisa intervensi lembaga yudikatif. 

Kisah Jenderal Hoegeng, Sosok Polisi Sejati Indonesia

Alumnus UII Yogyakarta juga minta anak buah SBY tersebut untuk membandingkan penegakan hukum di era Soeharto dengan Jokowi. Diutarakannya, di era Soeharto, ketika kepala daerah atau politisi menabrak hukum tidak diproses secara hukum. 

"Saya yakin Arief yang dulu juga aktivis mahasiswa tahu dan tidak lupa bagaimana Soeharto melindungi pendukung, dan kroninya dari jeratan hukum meski jelas-jelas bersalah," ujarnya.

Sosok Jenderal M Jusuf, Panglima ABRI yang Bikin Soeharto Ketar-ketir Gegara Kalah Pamor

Supriyanto, yang kini dipercaya menjabat sebagai Koordinator Komite Pemuda dan Olah Raga DPP PDI Perjuangan, menegaskan bahwa Pemerintahan Jokowi tidak alergi dikritik, didemo besar-besaran, serta tidak mengambil langkah menghilangkan orang-orang yang mengkritik dan mendemonya, seperti saat rezim Soeharto berkuasa. Namun Pemerintahan Jokowi tetap menerima kritik dengan berdasarkan fakta bukan data yang ngawur.

"Dulu zaman Soeharto mahasiswa demo kasus Kedung Ombo, karena faktanya ada korupsi pembebasan tanah yang merugikan rakyat, namun tetap saja koruptor dilindungi. Kini di Pemerintahan Jokowi, pemerintah butuh tanah untuk jalan, maka bukan ganti rugi, namun ganti untung tanah plus ganti tanaman, yang ada di tanah yang dibutuhkan negara," ujarnya.

"Kalau dapat ganti untung dan rakyat diuntungkan kemudian kita tidak demo dikatakan tidak kritis. Mbok yang relevan saja," tuturnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya