Komisi X Apresiasi Perkembangan Ekonomi Kreatif Kota Surabaya

Anggota Komisi X DPR RI Arzetty Bilbina Setyawan.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

Anggota Komisi X DPR RI Arzetty Bilbina Setyawan mengapresiasi perkembangan industri ekonomi kreatif (ekraf) di Kota Surabaya beberapa tahun belakangan. Berbagai terobosan dan kebijakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menurutnya menjadi salah satu faktor pendorong bangkitnya industri ekraf di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur ini.

Kelangkaan Minyak Goreng, Komisi 6 DPR: Rantai Pasok Rusak

“Bukan hanya memfasilitasi, tapi Pemerintah Kota juga melibatkan diri untuk menjadi bagian dalam kebutuhan masyarakat saat mereka ingin menjadi seorang entrepreneur," ungkap Arzetty saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI dalam rangka meninjau infrastruktur, sistem pendanaan, pendampingan, dan hak kekayaan intelektual ekraf di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa (19/3).

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga sangat mengapresiasi Pemkot Surabaya karena, bukan hanya bicara masalah permodalan saja yang diberikan kepada masyarakatnya, tapi juga bagaimana cakupan pemasarannya yang dibutuhkan pada saat para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam membuat sebuah produk.

Pimpinan DPR Belum Izinkan RUU TPKS Dibahas saat Reses, Ini Alasannya

“Artinya jangan sampai produksi banyak, tapi bingung mencari pasarnya. Pemkot Surabaya sendiri bisa memfasilitasi bukan hanya dalam lingkup pasar nasional, tapi juga hingga ke pasar dunia internasional," puji Arzetty.

Ia menambahkan bahwa dirinya bangga sebagai bagian dari masyarakat Surabaya terkait perkembangan ekrafnya. Harapannya dengan adanya RUU tentang Ekonomi Kreatif yang sedang disusun Komisi X DPR RI dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) akan membantu para pelaku entrepreneur dalam memperoleh kepastian hukum dan regulasi yang dibutuhkan.

DPR Minta Pemerintah Tak Naikan Harga BBM Bersubsidi

Perihal permodalan ekraf di Surabaya ini cukup menarik. Bagaimana Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berhasil mengubah mindset masyarakat untuk tidak bergantung pada modal dalam bentuk uang, tapi bagaimana Risma, panggilan akrab orang nomor satu di Surabaya ini, mempertemukan antara para pelaku entrepreneur dengan dunia perbankan pada saat mereka membutuhkan permodalan.

“Beliau membangun mindset pada masyarakat bahwa ini bukan semata-mata langsung diberikan ikannya, tapi kailnya lebih dahulu agar mereka berusaha lebih dahulu. Yang penting dan utama itu kreativitas akan usaha apa yang ingin dibangun, ketika itu sudah bisa berjalan maka untuk memperoleh permodalan dari dunia perbankan menjadi sesuatu yang mudah. Itulah modal awal yang sesungguhnya," tandas Arezetty.

Legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur I ini juga terkesan dengan pemaparan Wali Kota Surabaya tentang kisah bagaimana seorang mantan Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang memulai usaha kacang goreng dari titik nol hingga kini bisa membuat brand kacang "Tree-G" dengan omset ratusan juta rupiah.

“Bu Risma sendiri yang memberikan challenge (tantangan) pada mantan TKW untuk tidak kembali berangkat ke Taiwan dan negara lainnya walau dengan iming-iming gaji besar di sana. Mereka di-support untuk memulai usaha kuliner sesuai keahliannya, yaitu membuat kacang goreng hingga kini menjadi salah satu pengusaha sukses," pungkasnya.

Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan bahwa biasanya pegiat ekonomi kreatif memulai usaha lebih dulu sesuai kemampuan, hingga pada saatnya mereka mendapatkan pesanan dalam jumlah besar, baru lah didorong mendapatkan dukungan dari perbankan. Pemkot Surabaya mencari solusi permodalan, hingga ada salah satu omset pelakunya saat ini ada yang sudah mencapai Rp1 miliar.

Risma menekankan, jika permodalan dalam bentuk uang, sementara pelaku ekraf pemula belum punya gambaran jenis usahanya, serta bagaimana manajemen keuangan yang baik, mereka justru bisa terjebak pada utang bank. Sementara usahanya belum cukup berkembang sehingga belum siap. Mengomentari tentang RUU Ekraf, menurutnya, ke depan tidak perlu melahirkan lembaga baru lagi jika nantinya resmi menjadi undang-indang.

“Di daerah, belum perlu ada lembaga tersendiri karena akan membebani APBD. Adanya lembaga baru secara otomatis akan menambah biaya operasional Pemkot. Lembaga ini tidak perlu karena merupakan bagian dari perputaran ekonomi yang ada di daerah," tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya