Survei: Masyarakat Masih Lebih Suka Pemilihan Presiden Langsung

Warga Baduy Luar dibantu petugas TPS memasukan kertas suara usai melakukan pencoblosan dalam Pemilu 2019 di TPS 01 di Desa Kanekes, Lebak, Banten
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dziki Oktomauliyadi

VIVA – Peneliti Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad mengatakan, soal argumen orang-orang yang ingin mengembalikan pemilihan langsung kepada pemilihan tidak langsung itu tidak cukup kuat.

Pilkada Serentak 2024 Diusulkan Ditunda, Ini Sejumlah Pertimbangannya

"Menurut saya kurang fair kalau kita membacanya absolute, ada biaya Rp11 triliun yang dikeluarkan dengan pemilihan langsung, berbanding misalnya mungkin berapa miliar kalau pemilihannya di gedung parlemen. Tidak bisa dibaca semacam itu, kita harus baca hasilnya dari Pilkada langsung," kata Siadiman di kantor Populi Center, Slipi, Jakarta Barat, Rabu, 4 Desember 2019.

Menurut Saidiman, soal money politic atau vote buying, apakah jual beli suara itu implikasi dari sistem atau hal lain di luar itu. Baginya, bukan sistemnya yang menyebabkan jual beli suara, tetapi hal lain di luar itu.

Jokowi Ogah Komentari soal Sengketa Pemilu 2024 di MK

"Yaitu terutama oligarki di partai. Biayanya menjadi mahal karena masih ada tradisi di partai, misalnya pertama ada tradisi mahar. Yang kedua suplai kandidat sari partai itu tidak cukup baik ditawarkan ke publik," tutur dia.

Berdasarkan hasil survei di setiap daerah, Siadiman menambahkan, selalu ditemukan tiga hal yang paling utama yang menjadi alasan publik memilih. Yang pertama, itu adalah terbukti hasil kerjanya, yang kedua soal integritas, kejujuran, yang ketiga itu soal dekat dengan rakyat. Jadi aspek aspek rasional itu yang menjadi pertimbangan.

Otto Hasibuan Sebut Gugatan Sengketa Pilpres Anies dan Ganjar Sebuah Kemunduran

"Tapi apakah calon calon yang diajukan partai ini memenuhi kriteria yang diinginkan oleh rakyat, itu yang menjadi persoalan. Daerah daerah di mana calonnya memenuhi kriteria rasional warga itu, itu dengan mudah memenangkan Pemilu," ujarnya.

Seperti Pilkada di berbagai daerah, di Pilkada Jawa Barat dimenangkan Ridwan Kamil, Pemilihan Wali Kota Surabaya dimenangkan  Tri Rismaharini. Survei terakhir SMRC April 2019, saat ditanya publik seberapa penting memilih langsung kepala pemerintahan itu 96 persen orang Indonesia menurut mereka pemilihan langsung kepala pemerintahan itu sangat penting.

"Itu hanya satu persen yang mengatakan kurang penting, dan satu persen mengatakan tidak penting. Ada tiga persen yang tidak menjawab. Jadi besar sekali dukungan publik," ujarnya.

Jadi, lanjut dia, kalau ada gerakan untuk mengembalikan sistem ini ke pemilihan oleh DPR, apalagi kepala daerah di pilih langsung oleh presiden, itu secara langsung melawan kehendak publik.

"Persoalannya sekarang kenapa kalau kalangan elite (anggota DPR, para politisi) ingin Pilkada langsung, kenapa muncul wacana ini? Menurut saya ini karena ada super elit, di atasnya elite ada yang disebut super elit, ketua ketua partai itulah yang berkepentingan sebetulnya dan orang orang partai, orang orang DPR yang hanya elit biasa itu tidak mampu melawan itu," katanya.

"Jadi ada oligarki yang sedemikian kuat di partai yang tidak bisa dilawan oleh kader partai itu sehingga seolah-olah wacananya, umumnya orang orang partai ingin kembali ke sistem lama. Walaupun ada dua yang saya kira sampai saat ini cukup tegas (menolak pemilihan tak langsung) menolak itu PKS dan Golkar, " jelas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya