Harapan SBY Terkait Ibu Kota Baru hingga Kartu Pra Kerja

Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin membangun ibu kota baru di Kalimantan Timur. Presiden ke-6 Republik Indonesia ini menyampaikan pidato Refleksi Pergantian Tahun 2019 dengan tema 'Indonesia 2020, peluang, tantangan dan harapan' di JCC Senayan pada Rabu, 11 Desember 2019.

Aset Pemerintah di Jakarta yang Ditinggal ke IKN Wajib Diserahkan ke Kemenkeu

Sebagai mantan Presiden RI, SBY tentu menghargai inisiatif dan pemikiran Presiden Jokowi untuk membangun ibu kota negara yang baru. Ia mengaku pernah memikirkan untuk membangun pusat pemerintahan yang baru ketika menjadi Presiden RI.

"Konsep kami memang sedikit berbeda. Pusat pemerintahan baru yang kami pikirkan dulu terletak di kawasan Jawa Barat, dengan jarak tempuh sekitar 1,5 jam dari Jakarta, menuju ke arah timur," kata SBY seperti dikutip dari website demokrat.or.id pada Kamis, 12 Desember 2019.

Ingin Anggaran Banyak Untuk Gen Z, Cak Imin Kritik Kartu Pra Kerja: Bagus, tapi Bikin Malas

Menurut dia, konsep ini seperti yang dilakukan Malaysia, yakni membangun Putra Jaya sebagai pusat pemerintahan baru di luar Kuala Lumpur. Setelah dipikirkan dan diolah selama 2 tahun, rencana ini dibatalkan.

"Pertimbangan kami waktu itu adalah anggaran yang sangat besar belum tersedia, sementara banyak sasaran pembangunan yang lebih mendesak. Di samping itu, ada faktor lingkungan (amdal) yang tidak mendukung, yang tentu tidak boleh kami abaikan," ujarnya.

Kekuatan SBY dan Ancaman Anas-Moeldoko

Oleh karena itu, SBY mengatakan, Demokrat sangat mengerti jika Presiden Jokowi juga memiliki pemikiran serupa. Memang, kata dia, beban Jakarta sudah terlalu berat, melebihi daya dukung yang dimilikinya.

SBY mengingatkan untuk membangun ibu kota baru tentu memerlukan sumber daya, termasuk anggaran biaya karena SBY mempelajari dalam APBN 2020 belum secara gamblang dan signifikan dicantumkan anggaran awal untuk pembangunannya. Namun demikian, kata SBY, Demokrat yakin pemerintah sangat tahu bahwa membangun sebuah ibu kota hakikatnya adalah membangun kehidupan dan membangun sistem, bukan sekadar membangun infrastruktur fisik.

"Pembangunannya juga memerlukan biaya yang sangat besar dan jangka waktu yang tidak singkat. Memindahkan dan membangun ibu kota baru adalah sebuah mega proyek. Tidak boleh meleset, harus sukses," kata SBY.

Oleh karena itu, Demokrat mengingatkan agar perencanaan strategis pemerintah benar-benar disiapkan dengan seksama. Bagaimana konsepnya, time line (jadwal pembangunan) seperti apa hingga berapa besar biaya yang digunakan untuk pembangunan tersebut.

"Juga dari mana anggaran itu diperoleh? Apakah betul ada pemikiran untuk menjual aset-aset negara dan bahkan utang ke luar negeri untuk membiayainya? Hal-hal inilah yang ingin kami dengar. Saya yakin rakyat Indonesia juga ingin mendengar dan mengetahuinya," tuturnya.

SBY mengakui banyak contoh negara yang berhasil dan juga gagal dalam membangun ibu kota baru. Tentu, kata dia, Demokrat dan rakyat ingin menjadi negara yang berhasil dalam membangun ibu kota baru ini.

"Di tengah perkembangan ekonomi global yang tidak menggembirakan, dan juga ekonomi Indonesia sendiri yang menghadapi tekanan, perencanaan dan kesiapan pemerintah harus paripurna," tandasnya.

Biaya yang ditanggung rakyat

SBY juga mengingatkan kepada Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin agar hati-hati menaikkan biaya yang ditanggung rakyat di tengah tingkat pengangguran tinggi dan lapangan pekerjaan yang sulit seperti sekarang ini. Menurutnya, Partai Demokrat sungguh memberikan perhatian terhadap isu pengangguran dan lapangan pekerjaan. 

Jika melihat data statistik, memang ada penurunan angka pengangguran sekitar 1 persen dalam waktu 5 tahun. Tentu, ini belum cukup. Di samping itu, SBY mengatakan struktur dan migrasi pekerjaan yang terjadi di masyarakat harus dilihat. Meskipun tercatat sebagai bekerja, alias tidak menganggur, namun sekitar 28,4 juta adalah pekerja paruh waktu.

"Sementara, yang berkategori setengah menganggur sekitar 8,14 juta. Jumlahnya 36,5 juta orang. Tentu ini angka yang besar. Di samping itu, juga banyak terjadi peralihan pekerjaan, dari sektor formal ke sektor informal," kata SBY.

Menurut dia, keadaan seperti ini kerap diikuti menurunnya penghasilan dan tentunya daya beli mereka. Oleh sebab itu, Demokrat mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam meningkatkan biaya yang ditanggung oleh rakyat seperti BPJS, Tarif Dasar Listrik dan lain-lain.

"Perhatikan timing (kapan dinaikkan) dan seberapa besar angka kenaikan yang tepat. Secara moral dan sosial, tidaklah bijak membebani rakyat secara berlebihan ketika ekonomi mereka sedang susah," ujarnya.

Pengangguran bisa ganggu sospolkam

SBY mengatakan pemerintah perlu memperhatikan siapa saja yang menganggur dewasa ini. Menurut dia, data menunjukkan bahwa prosentase dan angka lulusan SMK, SMA dan Perguruan Tinggi itu yang menganggur relatif tinggi.

"Keadaan seperti ini tentu rawan secara sosial, politik dan keamanan (sospolkam)," kata SBY.

Jika belajar dari pengalaman Arab Spring tahun 2011 dan terjadinya gerakan protes sosial di 30 negara, kata dia, itu penyebab utamanya adalah kesulitan ekonomi dan banyak pengangguran.

"Tentu, Demokrat mendukung penuh upaya pemerintah untuk mengatasi pengangguran ini. Caranya tentu banyak. Selain itu, Demokrat berharap pembangunan infrastruktur dengan anggaran yang sangat besar saat ini dapat menciptakan lapangan kerja yang jauh lebih banyak," ujarnya.

Kartu Pra Kerja jangan salah sasaran

SBY menyambut baik program Presiden Jokowi terkait Kartu Pra Kerja yang ada dalam APBN 2020. Yang terpenting, program dengan anggaran Rp 10 triliiun untuk 2 juta peserta ini harus bisa dikelola dengan baik.

"Agar tidak memunculkan isu sosial di antara sesama pencari kerja, pelaksanaannya harus benar-benar transparan dan akuntabel. Diharapkan tidak salah sasaran, dan bebas dari kepentingan politik pihak mana pun," katanya.

Di samping itu, Demokrat juga berharap pemerintah memiliki kebijakan yang efektif dan lebih agresif bagi pencari kerja kaum milenial. Meskipun sektor pertanian, industri dan jasa tetap menjadi tulang punggung ekonomi nasional, Indonesia juga memasuki era baru.

Menurut dia, 'Ekonomi Baru' atau 'Ekonomi Digital' telah menjadi bagian dari ekonomi kita. Karenanya, pendidikan dan pelatihan bagi kaum milenial ke depan harus dilakukan secara serius.

"Mereka harus dipersiapkan agar cakap dan terampil untuk bekerja di era ekonomi digital," ucap SBY.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya