Polemik RUU Ketahanan Keluarga, DPR: Banyak yang Cerai dan Selingkuh

Anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional, Ali Taher Parasong
Sumber :

VIVA – Anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional, Ali Taher, memberikan respons terkait adanya penolakan RUU Ketahanan Keluarga yang di dalamnya banyak mengatur masalah privasi ampai ke urusan 'ranjang'.

Meski Teuku Ryan Upayakan Banyak Usaha Buat Rujuk, Ini yang Bikin Ria Ricis Mantap Cerai

Menurut Ali, adanya Pro dan Kontra dalam setiap pembuatan aturan adalah hal yang biasa, namun dirinya memberikan alasan mengapa RUU ini harus dibuat, yakni karena rapuhnya kondisi perkawinan di tanah air.

"Ya pro kontra wajar, realitas sosial kita sudah tahu terjadi. tapi fakta sosial kita menunjukkan betapa rapuhnya kondisi objektif sekarang ini dalam dunia perkawinan. Kalau ini tingkat perceraian sekarang rata-rata kabupaten itu tidak kurang dari 150-300 per bulan," kata Ali kepada wartawan, Kamis 20 Februari 2020.

Akhirnya Bicara, Ria Ricis Tegaskan Tetap Mau Cerai dari Teuku Ryan

Hal itu kata Ali disebabkan beberapa hal seperti kondisi ekonomi, banyaknya pengangguran dan biaya beban hidup rumah tangga menjadi tinggi. Belum lagi, masalah perselingkuhan, dan persoalan lainnya yang harus diatasi oleh negara.

"Banyak pengasuhan dini, cerai dini, itu menunjukkan semua. oleh karena itu, UU itu menjadi sangat penting bagi kita untuk dilanjutkan agar persoalan ketahanan keluarga ini bisa menjadi alternatif pemecahan masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh keluarga," kata Ali

Tiba di Pengadilan Agama, Ayah Teuku Ryan Siap jadi Saksi Sidang Cerai Anaknya dengan Ria Ricis

Terkait adanya pengaturan hingga ke ranah privasi seperti aktivitas seks BDSM, menurut Ali, negara ingin berusaha mencegah kekejaman terjadi di dalam rumah tangga.

"Kalau enggak diatur jangan sampai  (terjadi) kekejaman dalam rumah tangga. itu yang paling penting. Seks itu kan persoalan cinta, persoalan kasih sayang di antara itu digunakan dalam konteks reproduksi bagi keluarga yang masih muda, atau digunakan sebagai kebahagiaan bersama antara kedua belah pihak dan itulah tujuan esensi utama dari perkawinan," ujarnya.

Menurut Ali, negara tidak mengatur dalam perspektif keluarga dan privasinya. Tetapi akibat dari hal tersebut yang perlu diselesaikan, seperti misalnya terjadi kekerasan dan butuh penyelesaian.

"Negara tidak mengatur dalam perspektif hubungan keluarga, privatnya, tapi akibat dari problem yang dihadapi, dalam konteks itu perlu diselesaikan, misalnya ada kekerasan. nah itu kan perlu dilihat dari kaca mata yang jernih, jangan persoalan ini UU memberi warna hukum islam atau meniadakan UU lain. Faktanya ada kekerasan rumah tangga terkait dengan perilaku seksual. baik itu rumah tangga maupun anak-anak," ujarnya.

Meski memang dalam melakukan aktivitas seks tidak ada paksaan, namun yang menjadi perhatian pemerintah adalah akibatnya. Bagaimana jika terjadi kekerasan dengan mengatasnamakan aktivitas yang disebutbprivasi tersebut.

"Kesepakatan dalam konteks privat seperti itu, kesepakatan dalam mencintai menyayangi. Akibat sebaliknya tidak boleh ada penganiayaan dong. ini yang mau kita tuju. Kalau ada penganiayaan, perlu ada negara hadir. Ada orang sampai dibunuh itu kan gmn? UU belum mengatur sejauh itu. apalagi KUHP yang baru belum terbit," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya