Mahfud: Dulu Politik Uang di DPRD, Sekarang di Pimpinan Partai

Menkopolhukam, Mahfud MD.
Sumber :
  • VIVAnews/Yandi Deslatama

VIVAnews - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyindir politik uang atau money politic yang masih kerap terjadi dalam ajang pemilihan kepala daerah.

Pidato Lengkap Prabowo Subianto Usai Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih

Mahfud awalnya bercerita mengenai politik uang di era Orde Baru dan awal reformasi. Saat itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki kewenangan memilih kepala daerah.

Namun, kewenangan ini sering diselewengkan dan dimanfaatkan anggota DPRD untuk menarik uang dari calon kepala daerah. Hanya calon kepala daerah yang menyetor uang paling banyak yang berpeluang menang.

PDIP Gugat KPU ke PTUN, Ganjar: Tugas Saya dan Pak Mahfud Berakhir Usai Putusan MK

"Itulah sebabnya untuk jabatan gubernur, gampang sekali orang bayar lima miliar satu suara, asal milih gubernur itu. Transaksinya di lobi hotel," kata Mahfud di Jakarta Pusat, Senin, 24 Februari 2020.

Oleh karena itu, pemerintah pusat kemudian mencopot kewenangan DPRD tersebut. DPRD juga tidak bisa menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban kepala daerah lagi, karena rawan disalahgunakan untuk menjatuhkan kepala daerah.

Perbaiki Dop Lampu, Anggota DPRD Kubu Raya Meninggal Dunia

"Bahkan (dahulu) di daerah Riau sana ada seorang kepala daerah dijatuhkan. Laporan pertanggungjawabannya ditolak. Alasannya apa? Ya alasannya tidak memenuhi syarat. Tapi isu yang berkembang karena tidak menyetor uang kepada DPRD," kata Mahfud.

Lalu apakah keadaan menjadi lebih baik setelah peraturannya diubah? Mahfud mengatakan tidak. Karena politik uang kini berpindah dari DPRD ke pimpinan partai politik, di mana calon kepala daerah kerap dimintai mahar agar bisa diusung.

"Kalau dulu money politic dalam pemilihan kepala daerah itu ada di DPRD, sekarang berpindah ke pimpinan partai. Ndak bayar ke DPRD, bayar ke partai, mahar namanya," kata Mahfud.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya