RUU Haluan Ideologi Pancasila: Jangan Terjebak Dikotomi Orba dan Orla

Rapat kerja DPR (ilustrasi)
Sumber :
  • VIVAnews / Syaefullah

VIVA – Ketua Fraksi Nasdem, Ahmad M. Ali menolak untuk melanjutkan pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Penolakan tersebut dengan catatan, ia ingin TAP MPRS Nomor 25/1966 dijadikan landasan (konsideran) di dalam RUU HIP.

Rektor Universitas Pancasila Dinonaktifkan Buntut Dugaan Kasus Pelecehan Seksual

"NasDem tidak dapat mendukung kelanjutan RUU itu ke tahap pembahasan selanjutnya, sepanjang belum dicantumkannya TAP MPRS No 25 Tahun 1966 sebagai salah satu konsideran di dalam RUU tersebut," ujar Ketua Fraksi Partai NasDem Ahmad M. Ali di Jakarta, Sabtu, 13 Juni 2020.

Wakil Ketua Umum Partai NasDem itu lebih jauh menjelaskan, dari kacamata partainya, konsideran tetap harus dicantumkan dalam RUU HIP sebagai salah satu bentuk akomodasi kepentingan dan kedewasaan berpolitik DPR. Ali juga berharap agar semua pihak tidak terjebak dalam dikotomi antara Orde Lama dan Orde Baru terkait isu RUU tersebut.

Dewan Profesor Universitas Brawijaya Minta Pemerintah Tidak Mencederai Demokrasi

Baca juga: 'Ga Sengaja' Viral, Bintang Emon: Emang Pak Novel Jalannya Hand Stand

"Alam kehidupan bangsa Indonesia hari ini adalah alam yang berbeda dengan keduanya (Orde Lama dan Orde Baru). Bagaimana pun RUU HIP adalah sebuah cara pandang terhadap Pancasila di abad ke-21 ini. Jadi niat dan tujuannya baik," kata Ali.

Wamenaker: Tanamkan Hubungan Industrial yang Dilandasi Pancasila

Ali menyoroti, jika kita terjebak dalam pandangan dan tendensi semacam itu, maka hanya akan melahirkan lingkaran setan dan perdebatan tanpa ujung yang menghabiskan energi anak bangsa.

"Ada suara-suara yang menyambut, ada pula yang menolak. Tentu hal semacam ini biasa di alam demokrasi saat ini. Akan tetapi, akan sangat disayangkan jika terkait dasar dan falsafah kehidupan bernegara kita, berbagai suara dan pandangan yang beragam itu tidak mendapat perhatian dan pengakomodiran yang baik," kata Ali.

Selain MUI, sejumlah elemen masyarakat lain seperti Persatuan Islam (Persis) dan Gerakan Pemuda Anshor pun menolak kehadiran RUU HIP jika tidak menjadikan TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 sebagai landasan. Belakangan, sejumlah ulama, tokoh masyarakat dan organisasi kemasyarakatan di Jember, Jawa Timur, bahkan sampai menggelar aksi penolakan terhadap RUU tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya