Pelibatan TNI Urus Terorisme Harus atas Keputusan Politik Negara

Pasukan Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor) TNI mengikuti simulasi penanggulangan teror di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Selasa, 9 April 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA – Rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres) terkait peran TNI dalam mengatasi aksi terorisme masih diprotes. R-Perpres ini dinilai belum tepat karena ada beberapa alasan.

Remaja Tikam 2 Pendeta Resmi Ditetapkan Sebagai Tersangka Terorisme

Eks komisioner atau wakil pemerintah Indonesia di Komisi HAM antarpemerintah ASEAN (AICHR) periode 2009-2015, Rafendi Djamin, mengingatkan, pelibatan prajurit TNI hanya diperlukan dalam situasi tertentu yang mengancam negara. Sebab, selama ini TNI dilatih untuk perang dan berperan sebagai alat ketahanan negara.

"Pelibatan TNI hanya saat ancaman imminent threat yakni ancaman nyata, yang tidak bisa ditangani aparat penegak hukum mengacu ke hukum dan HAM internasional," kata Rafendi saat diskusi publik 'Menyoal Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme', seperti disampaikan dalam keterangan resminya, Jumat, 4 September 2020.

Kemarin Gamblang, Kini Rusia Secara Resmi Salahkan Ukraina atas Serangan Terorisme di Moskow

Baca Juga: Mantan Kabais Minta Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme Ditunda

Menurut dia, TNI bisa dilibatkan jika ancaman terorisme terjadi dalam bentuk serangan besar yang berulang kali. Ancaman ini nyata dan menyasar kedaulatan negara dengan intensitas tinggi. 

Kremlin: Presiden Vladimir Putin Rasakan Kesedihan Mendalam Atas Aksi Terorisme di Moskow

Rafendi mengingatkan, dalam hal ini, TNI juga mesti bisa mendapat dukungan politik dari DPR. Sebab, R-Perpres ini masih menunggu tahapannya agar dibahas lebih lanjut di DPR.

"Pelibatan TNI harus atas keputusan politik negara yakni keputusan Presiden dengan pertimbangan DPR," tuturnya.

Pun, ia menyinggung R-Perpres itu bertentangan dengan UU TNI. Maka itu, perlu ada revisi UU Terorisme jika TNI mau dilibatkan.

"Perpres bertentangan dengan UU TNI, UU Terorisme sendiri, dan bertentangan dengan hukum HAM internasional," ujarnya.

Sementara itu, aktivis masyarakat sipil, Kiki Sukiratnasari, menyampaikan, R-Perpres belum tepat sebagai solusi dalam keterlibatan TNI mengatasi terorisme. Ia khawatir demikian karena tak sinkron antara R-Perpres dan UU Terorisme.

Salah satunya, yang mesti dilihat karena selama ini TNI memiliki UU militer dan tak tunduk dalam peradilan umum. 

Ia juga mencemaskan nantinya muncul potensi konflik kewenangan antarlembaga seperti TNI dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN). 

"Karena UU TNI itu harus atas dasar keputusan politik negara. Perpres menimbulkan konflik kewenangan antarlembaga negara, yakni antara TNI dengan Polri, BNPT dan BIN sendiri," ujar Kiki. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya