Sohibul Nilai Demokrasi Mundur karena Sempitnya Partisipasi Publik

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Sohibul Iman.
Sumber :
  • Reza Fajri

VIVA –  Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mohammad Sohibul Iman mengatakan masyarakat rindu terwujudkan demokrasi yang substantif dan lebih baik. Menurut dia, kondisi demokrasi di Tanah Air belum sesuai harapan.

Arti dan Peran Amicus Curiae yang Diajukan Megawati dan Habib Rizieq ke MK

Sohibul menyampaikan demikian saat acara Mimbar Demokrasi dan Kebangsaan yang digelar Fraksi PKS DPR RI. Ia bilang salah satu demokrasi tak sesuai harapan lantaran masih adanya money politics yang nyata. Pun, adanya kekuatan besar yang disebut oligarki.

"Saya melihat politik dan oligarki ini setali tiga uang sebetulnya, karena ini semua disebabkan karena hal yang sama. Jadi, adanya kekuasaan uang dan dipraktikkan dengan jual beli suara, sehingga banyak yang mulai menyuarakan," kata Sohibul seperti disampaikan dalam keterangan resmi PKS yang dikutip pada Sabtu, 10 April 2021.

Perolehan Suaranya 58,6 Persen, Prabowo Subianto: Itu Hasil Demokrasi dan Perjuangan

Dia menjelaskan kemunduran demokrasi ditandai dengan ruang partisipasi publik yang makin menyempit. Hal ini lantaran pintu masuk ke ranah poltik makin berat karena mahalnya biaya politik. 

Kondisi tersebut menurutnya membuat sirkulasi elit hanya dikuasai segelintir orang atau kelompok yang memiliki modal kapital.

Nilai Demokrasi Mau Luntur, Front Penyelemat Demokrasi Ikut Ajukan Amicus Curiae ke MK

"Penyebab mundurnya demokrasi Indonesia salah satunya akibat dari desain institusi demokrasi kita yang belum tuntas, menyempitnya partisipasi publik," tutur eks Rektor Paramadina tersebut.

Dia menekankan pembiayaan demokrasi Indonesia saat ini menganut pasar bebas konstestasi politik. Fenomena itu membuat politik Indonesia memburuk.

“Budaya politik Indonesia tidak terjadi transformasi sehingga menimbulkan gesekan. Misal perbedaan dalam demokrasi. Kemudian masih ada pandangan bahwa menghadapi yang berbeda dengan pandangan zero sum game (saling menihilkan)," ujar Sohibul.

Kata dia, Indonesia harus belajar memperbaiki cara pandang terhadap kekuasaan. Salah satunya bisa belajar dari Jepang.

“Budaya Jepang, menempatkan kekuasaan sebagai sebuah kepercayaan dan kehormatan maka ketika terjadi sesuatu yang memalukan maka mundur dari kekuasaan,” tuturnya.

Pun, ia menekankan dalam politik itu seharusnya adu gagasan. Bukan adu keuangan apalagi menggunakan isu-isu primordial.

"Melalui demokrasi inilah kita bisa mendorong demokrasi substansi sehingga bisa menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," jelas Sohibul.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya