Fadli Zon Vs Eko Kuntadhi soal Gorengan Gatot September PKI

Eko Kuntadhi dengan Fadli Zon dalam Catatan Demokrasi tvOne
Sumber :
  • tvOne

VIVA – Pernyataan eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo terkait hilangnya diorama tokoh penumpasan Gerakan 30 September PKI (G30S PKI) di Museum Dharma Bhakti markas Kostrad jadi sorotan. Apalagi Gatot mengaitkan paham komunis sudah menyusup ke tubuh TNI.

Tinggalkan Kostrad, Brigjen Spesialis Operasi TNI Ditarik Jadi Waasop Jenderal Maruli

Hal ini dibahas dalam Catatan Demokrasi tvOne dengan tema 'Komunis Bangkit Lagi?'. Beberapa pembicara hadir seperti Anggota DPR sekaligus sejarawan Fadli Zon, Guru Besar Universitas Bhayangkara Jakarta, Hermawan Sulistyo, serta dua pegiat media sosial yakni Eko Kuntadhi dan Said Didu.

Salah satu sesi acara diskusi terjadi adu argumen antara Fadli Zon yang dicecar Hermawan Sulistyo dan Eko Kuntadhi. Awal perdebatan dimulai dari paparan Fadli soal tidak adanya diorama di museum markas Kostrad sebagai pelanggaran.

Baru 115 Hari Kembali ke Kostrad, Jenderal Darah Kopassus TNI Ini Digeser ke Lemhanas

Dia menjelaskan merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2015 bahwa museum di markas Kostrad itu ketegori museum khusus. Museum memiliki aturan termasuk properti barang di dalamnya seperti diorama yang tak bisa diambil begitu saja. 

Meskipun menurutnya yang mengambil itu mengklaim sebagai pembuat diorama. Fadli bilang aturan museum mesti dipahami. Bagi dia, pembongkaran diorama tokoh penumpasan G30S PKI di museum Kostrad adalah pelanggaran.

Fadli Zon, Adian Napitupulu hingga Primus Lolos ke Senayan dari Dapil V Jabar

"Karena Kostrad di dalam peristiwa itu sangat sentral.  Dan dia memiliki museum khusus. Sama dengan Kopassus yang waktu itu sangat sentral. Ketika itu kalau nggak ada Kostrad, mungkin PKI bisa menang," kata Fadli dikutip VIVA pada Rabu, 29 September 2021.

Baca Juga: Debat Panas, Arteria ke Fadli Zon: Anda Waras Tidak?

Fadli pun meminta eks Pangkostrad Letjen (Purn) Azmyn Yusril Nasution segera memberikan klarifikasi soal ini agar tak menjadi polemik berkepanjangan. Sebab, pihak Kostrad menyampaikan pembongkaran diorama itu permintaan dari Azmyn Yusril Nasution.

"Segera dong muncul ke permukaan. Jangan diam-diam saja. Betul nggak apa yang dikatakan Pangkostrad sekarang. Supaya tidak ada kekeliruan," tutur Fadli.

Hermawan menanggapi paparan Fadli. Ia membenarkan argumen Fadli soal barang di museum adalah milik negara yang tak bisa diutak atik karena ada aturannya. 

Namun, ia menekankan isu PKI sudah menjadi instrumen politik. Kata dia, Fadli Zon adalah salah satu pemain utama dalam isu ini.

"Rujukan yang percaya kebangkitan PKI itu masih ada, muncul, isu yang sudah lewat. Tapi, dalam beberapa hal masih laku jualan Fadli Zon ini," kata Hermawan.

Fadli lalu merespons dengan bercerita soal sejarah Kongres Nasional ke-5 PKI pada Maret 1954. Hasil kongres itu menurutnya yakni metode kombinasi tiga bentuk perjuangan PKI.

Dia bilang tiga bentuk perjuangan PKI itu yakni menggarap petani, kedua buruh, dan ketiga kalangan angkatan bersenjata dengan melakukan penyusupan dan infiltrasi. "Di tahun 54-55 itu, dalam waktu 10 tahun ternyata terjadi," ujar Fadli.

Giliran Eko Kuntadhi yang tampil bicara. Ia mengaitkan dengan penjelasan Fadli dengan merujuk pernyataan Gatot Nurmantyo. 

Eko menyindir Gatot pada September setiap tahun selalu memainkan isu kebangkitan PKI.

"Tetapi harus diingat setiap komentar Pak Gatot itu setiap September itu ya pasti ini. Jadi, kalau mau ada isu ini atau tidak ya selalu seperti ini. Polanya seperti ini. Coba September tahun lalu," kata Eko.

"Ya, tapi berbeda kan," ujar Fadli memotong pernyataan Eko.

Fadli menegaskan bukan membela Gatot. Ia hanya merujuk instrumen hukum yakni Tap MPRS Nomor 25 tahun 1966 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 soal keamanan negara.

"Yang menjadi musuh negara itu jelas adalah komunisme, marxisme, leninisme, itu disebut secara verbatim. Tidak ada disebut radikalisme, dan lain-lain itu tidak ada," jelas Fadli.

Bagi Fadli tak ada masalah karena komunis ditetapkan sebagai musuh dan mengancam keamanan negara. 

"Jadi, kalau kita berbicara itu, Undang-Undang dan TAP MPR masih berlaku ya wajar. Karena kita punya trauma yang panjang," lanjutnya.

Dia pun membandingkan masyarakat Eropa yang sampai sekarang takut dengan kebangkitan Nazi.

Hermawan menyela penjelasan Fadli. Bagi dia, sebagai sejarawan Fadli Zon meski benar tapi melakukan anakronisme. Sebab, menilai sejarah masa lalu berbeda dengan sekarang.

Fadli menjawab ia hanya mengemukakan perbandingan Eropa yang memiliki demokrasi maju dibandingkan Indonesia masih melarang Partai Nazi atau Neo Nazi.

"Atau segala macam embel-embel pakai baju Nazi aja dilarang. Artinya ada trauma. Indonesia punya trauma terhadap PKI," sebut Fadli.

Eko Kuntadhi menanggapi penjelasan Fadli karena sekarang tak ada embel-embel PKI. 

"Sekarang nggak ada embel-embel PKI," tutur Eko.

"Ada juga dulu yang pakai kaos," Jawab Fadli.

Eko merespons heran isu PKI muncul lagi hanya karena persoalan simpel diorama di Museum Kostrad. 

"Tanpa ada fenomena apa-apa cuma fenomena patung yang simpel tadi," kata Eko.

"Oh, itu tidak simpel, itu serius," tutur Fadli menimpali.

"Ya, aset negara," ujar Eko.

Fadli mematahkan argumen Eko kalau diorama di museum markas Kostrad itu terkait dengan peristiwa sejarah penting.

“Bukan aset negara. Itu peristiwa penting. Kalau tidak ada peristiwa itu tidak terjadi perubahan," sebut Fadli.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya