Wakil Ketua DPD Curhat Soal Kewenangan yang Belum Maksimal

Mahyudin, Wakil Ketua DPD RI
Sumber :
  • DPD RI

VIVA – Hari ini, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) genap berusia 17 tahun. Selama 17 tahun berdiri, kewenangan yang diberikan kepada DPD dalam konstitusi menempatkan DPD tak ubahnya hanya sebagai lembaga konsultatif atau sebagai badan pertimbangan otonomi daerah, bahkan sebagian kalangan mempersepsikan DPD sebagai subordinat dari DPR. 

Yandri Klaim Seluruh DPW dan DPD PAN Ingin Zulhas Kembali Ketua Umum

Wakil Ketua DPD RI, Mahyudin, mengatakan, hal ini terjadi Karena bangsa ini memang terbiasa dan seringkali terjerembab pada persoalan prosedural formalistik dan cenderung mengabaikan hal-hal yang bersifat subtantif. Pilihan sistem bikameral yang menempatkan DPD sebagai kamar kedua untuk mengimbangi kamar pertama justru jauh panggang dari api.

"Sebagai catatan kehadiran DPD yang telah memasuki periode ke empat hanya mampu menghasilkan satu undang-undang sebagai inisiatif DPD yakni UU No 32 tahun 2014 tentang Kelautan yang pembahasannya dilakukan secara tripatit antara pemerintah, DPD dan DPR. Tentu ini menjadi Mubazir, karena salah satu ukuran kinerja lembaga legislatif adalah jumlah dan kualitas dari undang-undang yang mampu dihasilkan," kata Mahyudin, kepada wartawan Jumat 1 Oktober 2021

Pilgub Sumut 2024, Edy Rahmayadi Ambil Formulir Pendaftaran ke PDI Perjuangan

Kondisi yang dialami DPD dalam kurun waktu tersebut, kata Mahyudin, melahirkan dua arus pemikiran besar. Yang pertama yakni keinginan membubarkan lembaga DPD karena dianggap tidak efektif. 

"Pemikiran ini lahir dengan memandang bahwa kehadiran DPD tidak menambah dan ketiadaannya juga tidak mengurangi, Jalan pikiran ini praktis hanya melihat praktek ketatanegaraan yang selama ini terjadi dan meniadakan alasan dan semangat kelahiran lembaga DPD," ujarnya

Ikut UU MD3, Airlangga Tegaskan Golkar Tak Incar Kursi Ketua DPR

Pemikiran kedua, adalah penguatan peran DPD. Setidaknya terdapat beberapa alasan yang diutarakan untuk mendukung dalil tersebut yakni Keanggotaan DPD memiliki legitimasi yang kuat sebagai perwakilan langsung dari kewilayahan, karena telah menggunakan pola pencalonan personal

"Proses pemilihan anggota DPD dianggap melengkapi hasrat politik masyarakat perihal alternatif pilihan bagi wakilnya di parlemen. Selain itu adanya kecenderungan anggota parlemen yang mewakili populasi dan melalui partai politik  kurang memiliki kepekaan terhadap aspirasi, kondisi daerah dan masyarakat; serta adanya upaya untuk menyeimbangkan kekuasaan dan mengontrol kinerja DPR," ujarnya

Upaya memperkuat peran DPD menurut Mahyudin membutuhkan soliditas angggota DPD, untuk itu konsolidasi internal kelembagaan menjadi sangat penting. DPD sebagai representasi daerah di tingkat pusat juga harus mampu mengartikulasikan aspirasi yang berkembang dan menjadi kebutuhan daerah dalam program legislasi melalui inisiatif mengajukan dan  membahas RUU secara tripartit terkait RUU tertentu. 

"Anggota DPD diharapkan secara aktif menjumpai stakeholder (pemda, DPRD dan masyrakat) di daerah sekalipun pola hubungan antara DPD dengan pemerintah daerah dan DPRD tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun kondisi itu justru menjadi peluang untuk membangun komunikasi informal yang cair, terbuka dan setara," ujarnya

Mahyudin juga mengatakan, sesungguhnya jalan pikiran untuk membubarkan DPD ataupun memperkuat DPD akan menempuh jalur yang sama yakni melalui perubahan ke lima UUD NRI 1945. Perubahan itu memang mesti dihadirkan, karena perubahan itu adalah gerak, dan disetiap gerak mengandung pesan. 

"Maka yang terpenting adalah memastikan bahwa pesan yang terkandung dalam perubahan adalah kebutuhan yang lahir atas kehendak dan bersumber dari pemberi mandat bukan keinginan elit ataupun orang perorang," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya