Lewat Jurnalistik, Taruna Merah Putih Ingin Ikut Menangkan PDIP

Ilustrasi Wartawan
Sumber :
  • http://amrullah04.files.wordpress.com

VIVA – Jurnalistik menjadi salah satu cara yang digunakan Taruna Merah Putih (TMP), untuk ikut menumbuhkan demokrasi di Tanah Air. Mengingat peran pers sebagai pilar keempat demokrasi, juga sangat penting. Maka digelarlah Pelatihan Menulis dan Fotografi Jurnalistik Angkatan II. Kali ini menyasar kadernya di Jawa Tengah. 

Dewan Pers Ungkap Banyak Terima Keluhan tentang Media dari Institusi Kementerian

Acara yang dilaksanakan secara daring pada Sabtu 16 Oktober 2021 tersebut, menghadirkan sejumlah narasumber dan para mentor. Yakni narasumber oleh Agus Rahmat yang juga jurnalis VIVA.co.id dan penulis buku Di Balik Layar Jokowi. Serta Taufan Wijaya, fotografer dokumenter dan dosen jurnalistik.

Sementara para mentor yang mendampingi peserta dalam pelatihan tersebut yakni, Sekjen DPP TMP Restu Hapsari, Ketua DPP TMP Bidang Seni dan Budaya Edo Kondologit, Ketua DPP Taruna Merah Putih Bidang Perempuan dan Anak Maya Sofia, Ketua DPD Taruna Merah Putih Provinsi DKI Jakarta Rolas Sitinjak, Ketua DPD Taruna Merah Putih Jawa Tengah Hendrar Prihadi, dan Yayan Sopyani selaku Pemimpin Umum Genial.id. 

Sepanjang 2023 Dewan Pers Terima 813 Aduan Kasus Pers, 97,7% Telah Diselesaikan

Jangan Hanya Jadi Penikmat Demokrasi

Dalam sambutannya, Sekjen DPP TMP Restu Hapsari menegaskan bahwa demokrasi dikenal di dalamnya eksekutif, legislatif dan yudikatif. Lalu ketiga pilar itu, ditambah dengan pers atau media massa. Maka menyuarakan demokrasi bisa melalui pilar keempat ini.

Ketua MPR Apresiasi Jokowi Tanda Tangani Perpres Publisher Rights demi Masa Depan Pers

Untuk itu, kata Restu, TMP menyadari bahwa para pemuda harus menjadi bagian dari yang akan menyuarakan demokrasi dengan berbagai konten terkait isu-isu ideologi dan kebangsaan, kebudayaan serta peradaban bangsa. 

“Konteks hari ini, terkait dengan dinamika berbangsa dan bernegara, para pemuda tidak hanya menjadi bagian dari penikmat hawa demokrasi yang sudah sangat bebas, tetapi juga harus menjadi bagian dari perkembangan peradaban bangsa," kata Restu. 

Maka pelatihan ini jelas dia, dimaksudkan agar para kader TMP memiliki kemampuan jurnalistik yang baik. Yang ke depannya mampu memberi kontribusi publikasi terkait program-program TMP dan partai. Terutama dalam menyebarkan pesan-pesan idiologi kebangsaan, kebudayaan dan peradaban.

Juga diharapkan dapat berdampak besar dalam upaya pemenangan PDI Perjuangan di Pemilu 2024. Yakni dengan semakin dikenalnya program-program partai dan kadernya, sehingga semakin dicintai pula oleh rakyat. 

Menurutnya, demokrasi pasca reformasi perkembangannya sangat luar biasa, termasuk di bidang pers. Namun demikian ada tanggung jawab bagi insan pers. Hal ini menurut Restu, pernah ditegaskan oleh Bung Karno dalam silaturahmi insan pers Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di tanggal 20 November 1965 di Bogor. Bung Karno mengingatkan agar terus meng-upgrade kualitas dan memperdalam literasi melalui peningkatan budaya membaca. 

“Dengan semangat membaca yang tinggi, maka kita dapat memilah isu-isu atau konten hoaks dan bernuansa SARA yang berseliweran di sosial media. Karena jika kita tidak menjadi bagian sebagai pemberi informasi yang benar atau menyuarakan kebenaran, maka kita sebenarnya telah membiarkan demokrasi Indonesia jatuh dan mengalami kemunduran," tegasnya.

Sementara itu, Agus Rahmat, menjelaskan bahwa berita mempunyai arti cerita atau keterangan menyangkut kondisi realitas masyarakat yang tengah terjadi. Seorang jurnalis adalah yang memberikan informasi, menggali informasi atau mencari fakta-fakta yang benar untuk disampaikan kepada masyarakat.  

“Sebuah tulisan layak disebut berita jika mengandung 5W+1H yaitu What (apa), Who (siapa), When (kapan, Where (di mana), Why (kenapa), dan How (bagaimana). Keenam unsur tersebut merupakan unsur yang paling dasar dan sebaiknya dikandung oleh sebuah berita," ujarnya.

Perkuat Rasa Ingin Tahu 

Di sisi lain, tambahnya, keingintahuan seorang jurnalis harus terus dibangun agar ia dapat menggali informasi secara mendalam dan detail dari sebuah kejadian atau peristiwa. 

Agus berpesan, agar kader TMP yang diberi tugas menjadi jurnalis tidak kaku ketika di lapangan. Tetapi harus mampu membangun kedekatan emosional dengan orang yang mau diwawancara. Karena menurutnya, ketika jurnalis tidak kaku dengan orang yang mau diwawancarai, maka dapat membangun faktor kedekatan secara personal, sehingga akan dapat menggali informasi yang lebih dalam.

“Hal-hal kecil akan menghasilkan sebuah nilai berita yang lebih baik dan kuat jika kita dapat menggali informasi dari berbagai sisi. Kemampuan wartawan tidak hanya menggambarkan apa yang diungkapkan oleh narasumber, tetapi mampu menggambarkan apa yang dia lihat dan apa yang dia rasakan. Hal itu akan memiliki bobot berita yang lebih kuat ketika diberitakan kepada khalayak ramai," jelasnya.

Sementara Taufan Wijaya selaku fotografer dokumenter dan dosen pengajar ilmu jurnalistik memaparkan, foto jurnalistik (photojournalism) pertama kali dipopulerkan Clifton Edom lewat bukunya “Photojournalism Principles and Practices", 1976, yang kemudian karyanya dipakai sebagai referensi di kalangan fotografi jurnalisitik. 

Dalam memahami dunia fotografi jurnalistik, Taufan menjeaskan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah, pertama freedom: menyangkut independensi, agar objektif. 

Kedua, technical ability: kemampuan teknis fotografi dan reportase. Ketiga, aeshetic sensitivity: dimaknai sebagai jiwa seni atau peka terhadap keindahan. Keempat, energy and ethics: Energi fisik maupun psikis serta berpedoman pada etika profesi. Kelima, intellectual curiosity: selalu penasaran, selalu bertanya-tanya untuk mencari jawaban. 

Selain itu, tambahnya, dalam menulis caption di foto yang mau diangkat ke media, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah dengan mencantumkan unsur 5W+1H.  Nama orang yang dicantumkan dalam caption harus jelas.

Unsur 'What' narasinya pendek, untuk 'Where' mencantumkan nama lokasi dengan jelas. 'When' mencantumkan tanggal dan tahun, tetapi jika ada peristiwa penting seperti kebakaran atau peristiwa gempa bumi harus lebih spesifik dengan mencantumkan waktu kejadian. Ditambah dengan 'Why' menjelaskan alasan yang difoto dengan narasi yang tepat. 

“Untuk mendapatkan bahan fotografi, sumber informasi bisa diperoleh dari penggunaan media sosial, pemantauan media untuk follow up, pemonitoran grup percakapan, undangan dan press release juga relasi atau kedekatan dengan membina hubungan baik," jelasnya. 

Taufan menambahkan, hal yang layak difoto antara lain harus yang baru, yang berkaitan dengan isu faktual, dan yang menarik bagi pembaca. Hal ini penting karena pembaca membutuhkan informasi yang penting mengenai lingkungan dan dunia tempat tinggal mereka. 

“Fotografi juga harus menampilkan suasana yang menarik, karena segala hal yang menarik adalah berita bagi pembaca. Nilai berita juga bisa memuat ketenaran, konflik dan teroris. Hal ini sering menjadi perhatian pembaca," ungkap Taufan. 

Tampilkan Narasi Penghalau Hoaks dan SARA

Selanjutnya, aktor film Red CobeX, Edo Kondologit yang sekaligus mentor dalam pelatihan ini menegaskan, medan pertempuran para kader TMP ke depan adalah bagaimana konsisten menampilkan berita dan narasi-narasi positif untuk menghalau narasi-narasi negatif seperti hoaks, issue SARA, dan radikalisme. 

“Para kader TMP harus dibangun keteguhan memegang prinsip untuk terus melawan narasi-narasi hoaks, issue SARA dan radikalisme. Pelatihan ini juga memberikan pembelajaran yang sangat penting dengan mengubah mindset para kader TMP untuk memiliki semangat perlawanan terhadap berita-berita negatif dan provokatif, dengan menyebarkan semangat-semangat positif di ranah digital," tegas penyanyi nasional penggemar musik jazz tersebut. 

Hendrar Prihadi, Wali Kota Semarang yang sekaligus Ketua DPD TMP Jawa Tengah mengatakan, pelatihan jurnalistik untuk kader menjadi sangat penting dalam era digital. Karena kader-kader TMP dapat memberikan semangat positif di ranah media dan media sosial untuk menggalang narasi positif dalam konteks perwarta penggerak, bukan pewarta penggertak. 

Tentu dalam hal ini gerakan yang dibangun adalah gerakan positif, dengan menetralisir berita-berita hoaks dan provokatif. Pengalaman di Kota semarang, pewarta penggerak menjadi salah satu pilar pembangunan di Kota Semarang. Anak muda tidak hanya digembleng untuk memproduksi tulisan-tulisan positif terkait Kota Semarang, tetapi dilatih membuat konten, film, dan melahirkan karya-karya yang inovatif dan edukatif untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. 

“Era digital, membuat semua orang dapat memiliki media pewarta sendiri dengan menulis konten dan berita yang positif dalam konteks pembangunan. Hal ini akan menjadi magnet bagi daerah lain. Semakin banyak narasi positif yang diwartakan dalam media, maka sebuah kota akan menjadi perhatian dan dapat menarik wisatawan," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya